Suti tersenyum.
"Karena dia enggak tahu apa-apa. Orang bodoh yang enggak tahu apa-apa harus selalu banyak bertanya," kata Rano sambil menjulurkan lidah.
Suti menyipitkan mata dan mendesis marah.
"Jangan pedulikan Abangmu. Dia suka menggoda tandanya sayang," kata Mama dan mengelus kepala mereka berdua dengan lembut.
Mereka masuk ke dalam dan menuju meja makan tempat dia meletakkan nasi dan lauk. Rano dan Suti makan perlahan-lahan dalam diam. Setiap suapan nasi diiringi dengan seteguk air minum. Hanya terdengar suara dentingan sendok beradu dengan piring serta bunyi air ditelan.
"Mama mendapatkan tawaran jadi guru sementara di sekolah swasta dekat sini. Gajinya sangat kecil tapi setidaknya Mama bekerja," ucap Mama memcahkan kesunyian.
Rano hanya mengangguk tanpa menjawab sepatah kata pun. Segumpal nasi sangkut di tenggorokan. Memegang cangkir plastik berisi air, dia meletakkannya ke mulut dan buru-buru mereguknya dengan berbunyi nyaring. Air sampai menetes dari sudut bibirnya. Setelah air di cangkirnya habis, Rano menepuk dadanya lega. Puas, dia bersendawa keras.
"Hei. Jangan bunuh diri dulu. Makan saja pelan-pelan. Makanannya tidak akan lari ke mana-mana," kata Suti. Alisnya berkerut dan pipinya cemberut.
"Jangan ikut campur," jawab Rano.
"Adikmu hanya mengingatkanmu, Abang," Mama memperingatkan.
Suti tersenyum dan menyipitkan mata lagi.