"Ah! Lihat mereka menggeliat seperti cacing tanah. Itulah akibatnya mencoba melawan para dewa," pandita tabib Resi Umbara tertawa."Lihat yang ini", katanya sambil menunjuk seorang prajurit yang menggeliat berusaha melepaskan tangan dan kakinya yang terikat. "Masih mau coba-coba melawan? Seharusnya kalian malu, malu semalu-malunya."
Dia berbalik dan mencibir pada para prajurit yang tidak berdaya yang diikat ke beberapa tonggak di alun-alun desa "Kalian semua dipermalukan, ditaklukkan seorang wanita. Saya yakin kalian pasti terkejut terkaget-kaget. Bagaimana mungkin seorang perempuan kecil mungil berbadan langsing halus lebut lemah gemulai bisa melakukan ini? Haruskah saya membuka rahasianya kepada kalian?" dia berkata penuh semangat sambil tersenyum lebar.
"Karena dia adalah juara utusan para dewa-dewi. Para dewa memberikan kehendak mereka melalui dia. Pada dewi merasukinya dan menguasai tubuhnya, memberinya kekuatan dan kecepatan yang tak terukur!" seru si dukun pembuat ramuan sambil membentangkan tangannya ke langit.
"Aku yakin tidak ada dewa yang berani merasuk atau menguasai tubuhku. Aku yang memegang kendali penuh atas diriku sendiri, dukun," Keti mendesis. Alisnya melengkung ke atas bagai sepasang golok kembar.
"Resi, jangan lupakan aku," Ganbatar memukul dadanya. "Sayang kita datang terlambat. Kalau saja kita lebih cepat, aku akan mengalahkan mereka semua sendirian."
"Saya yakin Anda akan mendapatkan kesempatan itu, Raksasa. Kali ini para dewa melakukannya karena mereka ingin menunjukkan bahwa mereka untuk menyelesaikan pekerjaan yang ini tidak membutuhkan dua atau lebih pelayan mereka untuk melakukannya. Tidakkah kamu melihat betapa hebatnya mereka? Mereka hanya menggunakan Suketi untuk menaklukkan sebagian besar musuh kita. Bagaimana mungkin seorang wanita kecil mungil kurus langsing lemah gemulai seukurannya bisa mengalahkan pria-pria kekar seperti mereka. Hanya para dewa yang bisa melakukannya!" seru si resi tukang obat.
Ganbatar mengangguk setuju "Hmm... kamu benar, pandita."
Penduduk desa yang selamat berlutut dengan tangan terangkat ke udara sambil ikut melantunkan doa berterima kasih kepada para dewa atas belas kasihan dan perlindungan mereka, mengikuti Resi Umbara.
Keti menggelengkan kepala dan memunggungi mereka.
"Aku juga harus mengakui bahwa sebenarnya berharap kita tiba tepat waktu. Aku merindukan pertarungan. Tadi aku hanya menghadapi tiga orang dan mereka tidak banyak melakukan perlawanan," kata Ubai dengan wajah muram.