"Apaan, sih? Enggak usah ikut campur urusan orang gede! Urus urusanmu sendiri," kata Rano.
Suti kembali mundur dengan perlahan. "Urusanku? Apa salah Suti?" dia bertanya sambil memutar bola matanya. "Bukan Suti yang bilang Abang harus berteman dengan orang-orang di sini." Dia menjentikkan jari sambil menjulurkan lidahnya.
"Aku tak punya waktu meladeni anak kecil. Sana ganggu orang lain," kata Rano sambil mendengus.
Suti masuk ke dalam rumah dan Rano menundukkan kepalanya sambil menggunakan jarinya menggores debu dilantai. Dia mengangkat kepalanya perlahan setelah mendengar suara mendekat. Ternyata Tiur dan seorang pria.
"Ini rumahku," kata Tiur sambil menunjuk. Tangannya memeluk pria itu erat-erat. "Ayo kita masuk," kata pria itu dan tersenyum. "Ayo," balas Tiur, membuat balon dari permen karet dan meletupkannya, lalu mengunyahnya dengan penuh semangat sebelum meniupnya kembali menjadi balon.
"Hei, apa kabar?" pria itu bertanya sambil menatap Rano saat mereka berjalan melewatinya. Rano hanya mengangguk. Semenit kemudian, Mak Linda keluar dari unitnya beriring dengan seorang tetangga dan mereka langsung tertawa. Tiur berjalan lewat dan memberi jari tengah kepada mereka.
"Pagi-pagi 'dah laku aja si pelacur," kata Bini, si tetangga, sambil bertepuk tangan.
Mak Linda mengernyit. "Jangan hari ini. Aku sedang tidak ingin ribut. Dia aja yang kegeeran ngirain aku iri sama dia. Itu laki juga pasti buta. Coba kalau matanya bener. Udahlah, yuk kita pergi sebelum dia ngajak berantem lagi."
Rano hanya mendengar, lalu menggelengkan kepalanya dan segera berdiri. Dia berjalan masuk, tetapi Bini menahan kerahnya dan menyeretnya kembali.
Bocah itu berbalik dengan cepat. "Ada apa?"
"Lu mau ke mana, bocah? Mau panggil Mama biar bisa ikut campur lagi seperti kemarin? Bilang Mama lu, Jangan suka ikut campur urusan orang," kata tetangganya itu.