Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Duluan Ayam atau Telur?

4 April 2022   15:00 Diperbarui: 4 April 2022   15:03 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Julio, apa-apaan itu!" Indrajit menunjuk makhluk yang bertengger di kasau.

"Memangnya menurutmu apa? Itu ayam." Julio mengulurkan tangan dan merapikan salah satu bulu oranyenya.

"Kita sudah menggali berbulan-bulan di planet terlantar yang tandus ini. Aku belum pernah melihat tanda-tanda kehidupan dan sekarang kamu bilang ... benda ... benda ini ... ayam?"

"Aneh, ya?" Julio mengangkat bahu.

"Ini bukan ayam dari bumi, kan? Kita tidak membawa hewan kecuali dalam gambar."

Indrajit mengulurkan tangan ke arah ayam Julio. "Aduh!"

Dia melompat mundur, mengisap darah yang mengalir dari jarinya yang dipatuk ayam. "Bagaimana ini bisa sampai di sini?"

"Ceritanya lucu," kata Julio.

"Aku tidak tertawa." Indrajit merengut.

"Aku sedang menggali di Kuadran 12 Timur--"

"Jelas sekali. Kita bertujuh menggali di sana."

"Aku menemukan sebutir telur. Pusaran merah-oranye pada cangkangnya memancarkan sinar kehangatan yang mengagetkanku."

"Kamu tidak melaporkannya." Indrajit menatap ayam Julio.

Ayam Julio menjulurkan kepalanya ke arah Indrajit.

Indrajit tersentak. "Hei, mata ayam hitam semua. Apakah ayam Bumi ada yang matanya hitam semua?" Indrajit tak mengalihkan pandangannya.

"Aku tidak tahu," kata Julio. "waku aku pegang, aku merasakan kedamaian dan kesejahteraan mengalir ke tubuhku."

Julio ragu-ragu. "Aku tahu ini salah. Aku tidak bisa menahan diri."

"Yah, kapan menetas, jika itu istilahnya?"

"Hari ini. Aku merasakannya retakan di sepanjang pusaran. Kemudian seekor ayam muncul. Aku menyaksikannya tumbuh lebih besar dan lebih besar sampai ... yah, itu dia. " Julio menghela nafas. "Aku tidak bisa menyembunyikannya lagi."

"Benar," kata Indrajit. "Laporkan dan mungkin kita bisa makan sesuatu yang lebih baik daripada sampah beku-kering malam ini."

"Tidak!" Julio mendorong Indrajit mundur dari ayam. "Kita tidak bisa memakannya!"

"Mungkin kamu yang tidak bisa."

"Itu bukan ayam Bumi, Indrajit. Jangan bodoh."

"Kita akan melaporkannya dan kemudian Dr. Suzuya yang memutuskan apa yang kita lakukan dengannya."

Indrajit mengisap jarinya. "Itu benar-benar sesuai dengan seleraku." Indrajit menatap ayam itu. "Aku ingin tahu bagaimana rasanya." Dia menatap mata burung itu. "Aku ingin tahu apa yang dimakannya."

"Aku tidak pernah melihat matanya menjadi merah sebelumnya," bisik Julio. "Menurut mu-"

"Pergi  dan laporkan ke Dr. Suzuya, dan lindungi pantatmu," kata Indrajit sambil memperhatikan ayam Julio.

"Aku akan segera kembali," kata Julio. "Jangan sakiti dia."

"Kelihatannya dia semakin besar," kata Indrajit. "Buru-buru."

Julio berlari keluar pintu.

Satu jam kemudian, Julio membawa Dr. Suzuya ke dalam ruangan. "Indrajit?"

Ruangan itu kosong, hanya ada sebutir telur dengan pusaran merah-oranye yang bergoyang lembut di lantai.

Bandung, 4 April 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun