Telaga Air Mata
Devi menatap ke telaga air mata. Pantulan warna-warni yang berbeda. Palet emosi kehidupan: perpisahan yang menyedihkan, tangisan samar bayi baru lahir, abunya bertebaran terbawa angin. Kenangan pahit, terlalu pedih untuk dibagikan.
Menimba semuanya, dia menangis untuk tokoh di dalam kepalanya, untuk ksatria yang kalah dan pengantin yang menjadi janda. Dia menangisi leluhur yang terbaring di ruang bawah tanah yang runtuh dan berusaha membangkitkan mereka dengan penanya.
Namun ketika dia tergerak oleh kata-kata penyair yang telah lama mati, atau gemetar karena resonansi lagu yang menghantui, dia kembali ke telaga air mata rahasia dan keajaiban.
Beranikah dia membiarkan perasaan yang sebenarnya mengalir menjadi kata-kata?
Â
Bandung, 25 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H