Sekali waktu, hiduplah Pangeran Kirang Se-On yang cacat mental. Kirang Se-On suka berjalan-jalan sendirian di hutan. Setiap hari mengembara semakin jauh dan semakin jauh daripada yang pernah dilakukan siapa pun, sebelum dia pulang.
Akhirnya, hal yang tak terhindarkan terjadi, dan Kirang Se-On yang mengalami gangguan mental itu tersesat. Setiap arah yang dilihatnya, hutannya lebat dan jalan setapaknya tersembunyi di bawah dedaunan dan semak belukar yang berguguran.
Sang pangeran tiba di sebuah lapangan terbuka kecil di mana sebatang pohon berdiri dengan megah di tengahnya.
Saat sang pangeran menatap ke jubah pohon cemara hutan yang cantik, kulit kayu yang indah, dan kerucutnya yang menggoda, hati sang pangeran melayang, tidak seperti sebelumnya, dan dia menyadari bahwa dia sedang jatuh cinta.
"Pasti karena pohon ini," pikir Kirang Se-On, "karena belum pernah aku melihat pohon yang begitu cantik!"
Jadi, dengan segala kerendahan hati yang bisa dikerahkannya, sang pangeran mendekati pohon itu yang anggun dalam posisi diamnya, menatapnya dan berkata, "Hei! Bajumu bagus, mau enggak kawin denganku?"
Tidak terkesan dengan kata-kata kasar sang pangeran, pohon itu mengabaikannya begitu saja.
Pangeran Kirang Se-On yang mengalami gangguan mental kemudian menyadari bahwa gadis baik-baik seperti pohon cemara hutan  perlu dirayu dengan kata-kata yang tepat. Maka dia mengumpulkan keberaniannya sekali lagi dan berkata, "Oh, tolong maafkan daku atas perilaku kasar daku. Daku hanya diliputi nafsu melihat kecantikanmu yang terpancar. Daku yang mengalami gangguan mental adalah Pangeran Kirang Se-On, dari ibukota Ta'aRasunn, dari kerajaan Kro'ya Wetan, dan aku datang untuk mengikat dahanmu dalam ikatan perkawinan."
Pohon itu jelas masih tersinggung dan tidak menjawab.
Maka sang pangeran melanjutkan, "Kamu harus tahu, daku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Daku akan menempelkan bakpao di jidatku, menghapus tato palsuku dan melewatkan malam Rabu hanya untukmu!"
Pohon itu masih mengabaikannya.
"Nah, setelah kamu tahu cintaku padamu, kamu harus memberitahu daku jika kamu juga mencintaiku. Jika kamu membalas cintaku, jangan berkata apa-apa! Karena kata-kata tidak akan pernah bisa sepenuhnya menggambarkan perasaan itu. Tapi jika kamu menolaknya daku, bicaralah sekarang dan kemudian pergilah. Tinggalkan aku dalam kesedihan dan air mata...."
Pohon itu, tentu saja, tidak mengatakan apa-apa.
Dengan penuh sukacita, Pangeran melakukan tarian dayung perahu sebagai tanda pertunangan mereka. Setelah menyelesaikan upacara 'tanda jadi', Pangeran mendekati cintanya dengan maksud baru.
"Kita harus segera menikah sayangku, sayangku, bibit pohonku! Karena daku takut jika kita menunggu, beberapa pangeran yang mengalami gangguan mental akan datang dan mengambilmu dariku! Tapi pertama-tama, aku harus tahu namamu!"
Pohon itu tidak mengatakan sepatah kata pun.
"Kenapa kamu begitu malu denganku, sayangku?" sang pangeran tersentak. "Mungkin kamu tidak punya nama? Baiklah kalau begitu, mulai sekarang kamu akan dikenal sebagai Fuan! Ya, Fuanlicia, Putri Pohon yang Pemalu...."
Dan dengan itu, Pangeran Kirang Se-On buru-buru lari untuk merencanakan pesta pernikahan.
Kemudian dia dan Fuanlicia Putri Pohon yang Pemalu hidup bahagia selamanya, sampai Fuan meninggal secara tragis saat melahirkan.
Jangan tanya anaknya seperti (si)apa.
Bandung, 23 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H