Ada seseorang yang menguntit daku.
Daku yakin dia berpikir daku tidak menyukainya. Tapi daku yang berpikir begitu. Dan bukan baru sekarang.
Sebagian besar waktu daku mencoba untuk menghindari dia. Namun, bahkan ketika daku mencoba melakukannya sebaik mungkin, akan ada saat daku lengah dan di sana, di sudut mata daku, daku menangkap dia menatap daku.
Daku selalu mencoba untuk berpaling, mengalihkan pandanganku. Mengambil rute lain.
Lari. Bersembunyi.
Entahlah, kurasa daku berharap jika daku berpura-pura tidak melihatnya, dia akan pergi begitu saja. Mengganggu orang lain.
Sungguh, daku lebih suka tidak melihatnya sama sekali.
Cermin adalah yang terburuk. Bahkan, baru tadi pagi ketika daku hendak pergi ke apotek, daku melihatnya sekilas ketika daku sedang mengatur kaca spion di mobil.
Dia pria yang lebih tua. Rambut menipis dan beruban. Aku bisa melihat dia membiarkan bulu-bulu di atas kepalanya tumbuh hanya sedikit, daku rasa untuk menutupi telinganya yang baplang. Dan sepertinya dia sering berjemur di bawah sinar matahari, mungkin berharap kalau kulitnya menjadi sedikit cokelat akan membantu menyembunyikan kerutannya.
Tidak berhasil, kata daku.
Lebih buruk lagi, dia memakai kaos singlet pantai, celana pendek longgar, dan sepatu kets putih yang manis. Daku yakin dia pikir itu membuatnya terlihat keren. Tapi, sungguh, itu semua hanya lampu neon berkedip yang bertuliskan, "orang tua," dan dapat terlihat dari jarak satu kilometer.
Daku tahu apa yang ada dalam pikiran kamu.
Siapa orang ini? Dan apa sebenarnya yang dia inginkan?
Daku bisa menjawab itu. Tapi... mungkin daku tidak ingin tahu sama sekali.
Atau, lebih buruk lagi, daku sudah tahu.
Lagi pula, ada yang sangat akrab dengannya. Seseorang yang mungkin pernah daku kenal. Meskipun, seiring berjalannya waktu, terutama beberapa tahun terakhir ini, dia sedikit berubah -- terjadi pada kita semua, daku rasa -- bertambah berat badannya, langkah melambat satu atau dua.
Tapi, jauh di balik matanya yang mengintip itu, daku bisa melihatnya.
Dia ada di sana. Baiklah.
Daku menarik napas panjang. Mungkin ... mungkin saja sudah waktunya untuk menghadapinya. Temui, tatap muka.
Sampai sekarang, dia menghindari tatapan daku.
Atau mungkin daku yang menghindarinya.
Daku berpikir salah satu dari kami tidak ingin melihat bahwa "Apa yang terjadi?" di mata orang lain.
Baiklah, cukup. Sudah cukup. Cukup!
Saatnya melakukannya.
Dengan menarik napas dalam-dalam dan berpikir ini mungkin saat yang tepat untuk mabuk-andai saja daku tukang minum-masuk ke kamar mandi, menyalakan lampu, dan berbalik menghadap cermin.
"Halo, daku. Menjadi tua menyebalkan, ya?"
Bandung, 20 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H