Cinta berkali-kali bermimpi bahwa ayahnya hidup kembali. Tidak persis hidup kembali, dia bermimpi bahwa ayahnya tidak pernah mati, hanya bersembunyi selama bertahun-tahun dan akhirnya muncul kembali dalam hidupnya.
Mimpi itu sedikit berbeda dalam detailnya tetapi peristiwa utamanya selalu sama. Dia mendongak ke atas dan melihat ayahnya, sedikit lebih tua dan lebih beruban daripada yang dia ingat, tetapi tidak salah lagi itu ayahnya, selalu dengan senyum kecut di wajahnya.
Menyadari bahwa kehadirannya mengejutkan, menunggunya tenang sehingga dia bisa menjelaskan mengapa dia berpura-pura mati bertahun-tahun yang lalu, dan baru sekarang memilih untuk mengungkapkan dirinya.
Kadang-kadang lokasinya di tempat yang ramai, seperti kafe atau konser, pernah sekali saat pawai kemerdekaan. Di lain waktu sendirian, melangkah di jalan yang gelap atau di pantai yang sunyi, dan sebuah sosok akan mendekat dari kejauhan, wajahnya samar-samar sebelum menjadi fokus.
Terkadang dalam mimpinya dia sedang sibuk mengerjakan tugas penting, hanya untuk terganggu oleh penampilan wajah dari masa lalunya. Di lain waktu dia hanya duduk, seorang penonton film yang sedang diputar, dan salah satu tokoh berubah menjadi ayahnya dan menoleh padanya seolah-olah ingin berbicara.
Ketika dia pertama kali bermimpi, Cinta terbangun dan jantungnya berdebar kencang, sehingga dia harus berbaring diam selama beberapa menit sampai jantungnya mormal kembali.
Dia telah menganalisis dirinya sendiri dan memutuskan bahwa mimpi ini entah bagaimana mewakili kegagalan dalam kesedihannya, bahwa meskipun ayahnya telah meninggal selama lebih dari dua puluh tahun, pasti ada sesuatu yang belum dia proses secara memadai. Sesuatu yang belum terselesaikan dalam jiwanya.
Ya, ayahnya meninggal relatif muda, di akhir lima puluhan. Tetapi umur memang relatif. Dan ayahnya menjalani kehidupan yang penuh dan bahagia. Dan Cinta bukan anak yang terlantar karena ayahnya meninggal. Saat itu usainya pertengahan dua puluhan, hidup mandiri, bekerja, mempuanyai kekasih, percaya diri, menikmati hidup. Dia tidak terlalu bergantung pada ayahnya.
Pada hari-hari itu, dia bahkan tidak terlalu sering berbicara dengan ayahnya, sekali atau dua kali sebulan lewat telepon. Dan hanya melihatnya ketika dia pulang untuk liburan. Tentu saja, kematiannya mengagetkannya, tetapi dia tahu tentang penyakit jantung ayahnya dan telah merenungkan bahwa kematian sewaktu-waktu dapat menjemputnya. Tahu bahwa itu akan datang suatu hari nanti.
Tidak. Dia telah memikirkannya berkali-kali dan tidak pernah ada penjelasan yang memadai. Sampai akhirnya dia memikirkan tentang apa yang dia rasakan dalam mimpinya.