Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Begal Rimba Tulang Bawang (Bab 8)

17 Maret 2022   13:25 Diperbarui: 24 Maret 2022   18:31 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita tidak butuh dukun," katanya kepada Rakyan Bagaspati, lalu menoleh ke Resi Umbara, "Maafkan aku Resi, tapi aku khawatir Anda hanya akan menjadi penghambat. Mungkin, Anda akan lebih aman di dapur ramuan tempat suci Anda".

Tabib itu menunjuk ke arahnya, kembali memamerkan ketiadaan gigi depan. "Ah, saya dapat membaca isi hati Anda, anak muda. Kepercayaan Anda pada dewa-dewa seperti api kecil yang berjuang untuk tetap menyala. Jangan biarkan api itu padam. Anda tidak perlu menjaga saya. Saya sudah punya semua yang saya butuhkan untuk tetap selamat dunia dan nirwana," katanya sambil mengetuk-ngetuk jimat di tubuhnya.

"Aku hanya percaya pada pedang dan busurku. Keduanya yang melindungiku sehingga aku masih hidup sampai sekarang. Aku ingin melihat apakah para dewa akan turun dan menyelamatkan Anda saat musuh mengayunkan pedang ke leher Anda," balas Keti ketus.

Pandita tabib itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dia menaiki kudanya dan mengangguk pada Rakyan Gardapati. "Semoga para dewa menyertai persekutuan ini".

"Pergilah ke Bujung Tenuk di Menggala. Desa itu berada di urutan pertama dalam daftar Baginda Raja," kata Rakyan Gardapati.

Gerombolan itu melesat memasuki rimba. Derap kaki kuda menggelegar menghempaskan tanah saat mereka berkuda menuju arah matahari terbenam di balik Bukit Barisan.

***

Di bawah naungan langit malam berhias berbintang, Palupi mendendangkan tambo, sementara Janar memanggang ayam hutan di atas api unggun.

Kelompok itu duduk mengelilingi api untuk menjaga tubuh mereka tetap hangat dan mendengarkan Palupi saat gigi mereka merobek daging ayam.

Janar melirik Keti dan tersenyum pada dirinya sendiri. Dia mungkin tidak percaya pada para dewa, tetapi pertemuannya dengan Keti pasti bukan kebetulan. Itu hanya bisa terjadi karena kehendak para dewa. Meskipun kepercayaan Janar kepada para dewa mungkin tidak sekuat sang tabib, tapi dia tidak percaya hal-hal terjadi begitu saja secara kebetulan.

Beberapa hari yang lalu, aku tidak akan pernah berharap akan bertemu lagi, tetapi ketika kami membutuhkan orang-orang untuk mengalahkan raja yang sudah gila, dia muncul begitu saja entah dari mana. Itu pasti pekerjaan para dewa dan itu membuktikan bahwa dewa-dewa ada di pihak kita. Mungkin kami akan menang dan mengakhiri kegilaan Baginda Raja Rudrawarman. Sungguh gadis yang luar biasa. Dengan tubuh mungil, bukan saja dia mampu mengayunkan pedang yang berat untuk orang seukurannya, dia juga tidak berkedip atau mundur di hadapan seorang pria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun