Sulaman pada kain nila itu melukiskan seekor naga emas terbang menembus mega. Dalam imajinasi penjahit, makhluk itu mengepakkan sayapnya, naik ke udara, dan berputar di atas sungai berlumpur yang bermuara ke samudra.
Ayano adalah putri tunggal Sumiyoshi. Pria itu terkenal menghasilkan banyak uang melalui spekulasi di pasar gelap, dan kimono pesanannya menunjukkan kekayaan keluarga tersebut. Hanya beberapa hari sebelum pernikahan, si penjahit menerima pesanan mendesak dari pria itu dan menyuruhnya mengesampingkan tugas-tugasnya yang lain.
Batas waktunya adalah keesokan paginya, dan dia bekerja hingga larut malam. Ketika saat fajar dia selesai menjahit. Pintu rumahnya diguncang oleh sederet ketukan tajam.
Penjahit itu bertanya-tanya dalam hati setelah melihat jam dinding. Dia membuka tirai.
Dengan ekspresi serius di wajahnya, seorang gadis berwajah pucat ada di depannya.
"Oh, Nona Ayano." Dia tidak menyangka akan bertemu dengan putri Tuan Sumiyoshi secepat ini.
Ayano melihat ke sekeliling dengan senyum tipis.
"Bagaimana kimonoku?"
"Sudah selesai, Nona."
"Oh ya?" Dia menundukkan kepalanya.
Penjahit mengundangnya masuk, mengambil kimono yang terlipat dari tikar buluh, dan membentangkannya di depan matanya.
"Selamat, turut bahagia."
Ayano terdiam. Jam dinding berdetak seirama dengan denyut jantungnya.
"Terima kasih," gumamnya dengan senyum sekilas. Namun, wajahnya menjadi gelap. "Itu yang dikatakan semua orang. Bahagia . Apa itu kebahagiaan? Kamu tahu? Untuk menyenangkan ayahku? Meningkatkan kekayaannya dengan menikahkanku?"
"Entahlah, Nona." Apakah gadis ini tidak menginginkan pernikahannya sendiri?
"Permisi," Ayano tampak pasrah.
Dia berdiri di belakang penyekat. Nyala lilin menari-nari di atas meja di dekatnya, memainkan bayangan wanita muda itu di sepanjang dinding kertas. Gemerisik pakaiannya yang jatuh memenuhi ruangan yang sunyi.
Mengenakan gaun pengantinnya, dia berjalan ke pintu.
Penjahit itu tersentak bukan hanya karena kecantikan wanita muda itu membuatnya tergerak. Tapi karena sinar mata Ayano menyala seperti hutan terbakar.
"Nona Ayano, Nona mau ke mana?" Suara penjahit itu bergetar.
Gadis muda itu menghilang ke udara, kimononya perlahan jatuh ke tanah bagai kelopak bunga sakura.
Lelah dan bingung, penjahit itu terhuyung-huyung ke ambang pintu. Dia mengulur tangannya dan memungut kimono yang jatuh. Naga bersulam itu hilang.
Dia berlari ke luar. Seekor naga keemasan terbang di atas pohon bisbul, berputar beberapa kali, dan melayang ke arah matahari yang mengintip di cakrawala berpayung awan merah anggur.
Bandung, 15 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H