Berjalan menyusuri terowongan yang remang-remang selama seperebusan telur ayam, mereka mencapai ujung yang terhalang oleh batu besar dengan seberkas cahaya menembus tepi cadas. Pria tujuh dasawarsa itu bertepuk tangan sekali dan bersiul dua kali, lalu bertepuk tangan dua kali dan bersiul sekali.
Di depan mata Keti, bongkahan batu itu terkuak di atas mereka, memperlihatkan pintu masuk ke sebuah ruangan.
Pria itu memberi isyarat pada mereka untuk mengikutinya menaiki undakan menuju lubang. Keti memicingkan mata, menyesuaikan matanya dengan sinar matahari yang tiba-tiba menyilau membutakannya.
Dia melihat ke sekeliling ruangan. Terlihat pahatan dan berhala para dewa, arca raja-raja masa lalu, dan juga sebuah patung yang mirip sang pria tapi jauh lebih muda.
Sebuah meja panjang dari kayu tembesi berada di sisi ruangan dengan berhala para dewa-dewi yang terlalu banyak untuk dihitung tegak di atasnya.
Pria itu lalu duduk santai di kursi batu dan memberi isyarat pada Keti dan dan Janar untuk bergabung dengannya.
Keti melihat batu penutup lubang pintu terowongan telah berguling kembali ke posisi semula, dijaga oleh dua pengawal bertubuh kekar.
 "Maafkan kalau aku belum memperkenalkan diri sebelumnya." Pria itu membusungkan dadanya dan berbicara dengan suara yang dalam. "Aku Rakyan Gardapati, panglima Kerajaan Sriwijaya. Salah satu dari tujuh Rajya Sabha. Dewan Majelis Negara memang berada di bawah Raja, tapi kami mewakili suara Kerajaan dan rakyatnya dan itu adalah tanggung jawab utama kami untuk melindungi kepentingan rakyat dan menjaga Raja tetap terkendali. Sangat disayangkan bahwa mandat kekuasaan yang kami terima kini dihapuskan. Raja telah memecat semua orang yang mempertanyakan keputusan dan penilaiannya. Sebagian besar anggota Rajya Sabha dan Lhok Sabha, Majelis Rendah, mendukung pemerintahan tiraninya karena ketakutan atau karena serakah."
Gardapati melihat sekeliling dengan waspada, seolah-olah dinding memiliki telinga, dan berbisik, "Raja sudah gila".
"Gila?" Keti bertanya kebingungan, "Baginda Raja Rudrawarman mungkin benar kejam, tidak baik, malas, pemarah. Tapi ... gila? Mengapa orang gila bisa menduduki takhta?"