Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mama Papa Livia

21 Februari 2022   14:18 Diperbarui: 21 Februari 2022   14:22 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Maukah kamu makan malam," tanya Roto. Suara elektroniknya berdengung dari sudut ruang makan tempat mata elektonik kuningnya bersinar dalam kegelapan. "Apakah kamu tidak lapar."

Livia mengangguk. Dia berdiri di sudut yang berlawanan dari robot itu, boneka beruang bernoda terselip di bawah lengannya. Jari-jarinya yang gemetar membelai ruang berbulu di antara telinganya.

"Kalau begitu makanlah," kata Roto. "Duduklah dengan orang tuamu dan nikmati makan bersama mereka. Mereka ingin menghabiskan waktu bersamamu."

Papa dan mama Livia duduk di meja di tengah ruangan. Papanya memasukkan segulung spageti ke dalam mulutnya, membiarkan saus menetes dari jari-jarinya. Ibunya menatap dinding dengan mata hampa, terdengar erangan lemah dari tenggorokannya.

Roto mengagumi karyanya. Klon yang dimodifikasi dengan chip yang memungkinkan dia mengatur sistem saraf mereka. Itu dapat membuat mereka melakukan apa pun yang diinginkan gadis kecil itu.

Gadi cilik itu terisak.

"Aku tidak mau makan dengan mereka," kata Livia, suaranya lemah. "Mereka menakutkan, dan mereka tidak terlihat seperti papa dan mamaku."

"Mereka terlihat persis seperti orang tuamu," kata Roto, dengan nada menenangkan. "Mereka adalah replika genetik."

Roto berharap kenangan dan pengalaman itu bisa direplikasi juga. Perilaku mereka menjadi keluhan terbesar anak itu. Namun dia sudah sembilan kali memberitahu Livia betapa mustahil memberikan ingatan kepada klon. Ia heran mengapa anak itu tidak bisa begitu saja menerima hadiah yang telah diberikan kepadanya.

"Aku ingin pergi," bisik Livia. "Aku ingin pergi ke luar."

"Kamu tahu itu tidak mungkin," kata Roto. "Jadi, mengapa kamu tidak duduk, makan, dan menikmati waktu keluarga saja. Kamu bilang kamu lapar."

Roto memberikan mama Livia menawarkan sesuatu yang mirip senyum dengan bibir miring.

"Aku tidak ingin menghabiskan waktu dengan mereka," kata Livia. Air mata menetes di pipinya.

"Baiklah," kata si robot.

Papa dan mama Livia berdiri dari meja dengan postur kaku. Mereka berputar dan berjalan menuju pintu ruang bawah tanah di dapur, untuk didaur ulang di laboratorium darurat yang dibangun Roto.

Roto tidak yakin berapa lama lagi kota itu akan bebas dari asap bom virus yang memakan daging makhluk hidup. Ia masih mendeteksi pusaran virus di udara sekitar rumah pada sensor internalnya, bersamaan dengan tulang kerangka yang berserakan di jalan. Papa dan mama Livia ada di antara mereka, berupa kerangka saja. Dia telah mencoba melakukan yang terbaik untuk melayani permintaan terakhir mereka, untuk menjaga Livia.

Mungkin ada beberapa kesalahan dalam DNA replika, beberapa ketidaksempurnaan kecil yang terlewatkan yang menyebabkan putri mereka meragukan kredibilitas keduanya. Dia akan bekerja untuk memperbaiki kesalahan pada iterasi berikutnya.

"Tunggu," kata Livia. "Tunggu."

Roto membuat kedua klon itu berhenti di ambang pintu dapur. Livia berjalan beberapa langkah ke arah mereka, menatap ibunya dengan mata sembap dan bengkak.

"Papa dan mama yang asli tidak akan pulang, kan?"

"Tidak. Sayangnya, tidak," kata Roto. Pertanyaan yang sama telah ditanyakan Livia sebelumnya, tetapi kali ini ia melihat perubahan dalam bahasa tubuhnya, seperti kata-katanya telah menemukan resonansi baru.

Livia mengangguk dan melingkarkan tangannya di pinggang ibu penggantinya. Dia mengendus dan melepaskan, berputar menghadap Roto. "Aku lapar. Kami semua bisa makan bersama."

"Aku pikir papa dan mamamu akan sangat menyukainya," jawab robot itu. Nadanya cerah ceria.

Ketiganya duduk bersama di meja, makan spageti, sementara Livia berpura-pura bahwa dia tidak sendirian.


Bandung, 21 Februari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun