Beberapa istilah mengenai tata bunyi yang bersifat umum berkenaan dengan:
- fonem, alofon, dan grafem
- gugus dan diftong
- fonotaktik
Ketiganya akan dijelaskan di bawah ini.
1. Fonem, Alofon, dan Grafem
Setiap bahasa diwujudkan oleh bunyi. Karena itu, telaah bunyi di dalam tata bahasa selalu mendasari telaah tulisan atau tata aksara yang tidak selalu dimiliki bahasa manusia. Namun, yang menjadi perhatian ahli bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang berperan di dalam bahasa dan disebut bunyi bahasa.
Di antara bunyi-bunyi itu, ada yang sangat berbeda dan ada yang mirip kedengarannya.
Bunyi bahasa yang berbeda atau mirip dinamakan fonem.
Dalam ilmu bahasa, fonem itu ditulis di antara dua garis miring: /.../.
Dalam bahasa Indonesia, /p/ dan /b/ adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan arti.
Contohnya:
pola /pola/: bola /bola/
parang /parang/ : barang /barang/
peras /peras/ Â : beras /beras/
Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata.
Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat mempunyai dua macam lafal. Bila berada pada awal kata atau suku kata, fonem itu dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ itu diucapkan secara lepas untuk kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak diucapkan secara lepas, bibir masih tetap tertutup waktu mengucapkan bunyi.
Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa Indonesia mempunyai dua variasi.
Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Alofon dituliskan di antara dua kurung siku [...].Â
Kalau [p] lepas kita tandai dengan [p] saja, sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai dengan [p'].
Maka dapat dikatakan bahwa dalam bahasa Indonesia fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p'].
Kalau kita berbicara tentang fonem, kita berbicara tentang bunyi. Sedangkan kalau kita berbicara tentang grafem kita berbicara tentang huruf.
Seringkali representasi tertulis kedua konsep ini sama. Misalnya, untuk menyatakan benda yang dipakai untuk duduk, kita menulis kata kursi dan mengucapkannya pun /kursi/.
Dari segi grafem ada lima satuan, dan dari segi fonem juga ada lima satuan. Akan tetapi, hubungan satu-lawan-satu seperti itu tidak selalu kita temukan. Kata 'ladang', misalnya, mempunyai enam grafem, yakni , dan . Dari segi bunyi, perkataan yang sama itu hanya mempunyai lima fonem, yakni /l/, /a/, /d/, /a/, dan /ng/ karena grafem hanya mewakili satu fonem saja.
Bunyi yang dinyatakan oleh grafemÂ
dan dalam bahasa Indonesia jelas sangat berbeda. Sebaliknya, bunyi yang dinyatakan oleh grafemÂ
dan  sangat berdekatan.
Dengan perbedaan dan kemiripan seperti itu, maka dalam percakapan, kata 'pula' dan 'gula' tidak akan keliru ditangkap, sedangkan 'pola' dan 'bola' dapat membingungkan kita.
2 Gugus dan Diftong
Pengertian dasar mengenai gugus dan diftong adalah sama. Hanya saja, gugus berkaitan dengan konsonan, sedangkan diftong dengan vokal.
Gugus adalah gabungan dua konsonan atau lebih, yang termasuk dalam satu suku kata yang sama.
Jika gabungan konsonan seperti itu termasuk dalam dua suku, maka gabungan itu tidak dinamakan gugus. Jadi /kl-/ dan br-/ dalam /klinik/ dan /obral/ adalah gugus karena /kl-/ dan /br-/ masing-masing termasuk dalam satu suku kata, yakni /kli-/ dan /-bral/.
Sebaliknya, /mp/ dan /rc/ bukanlah gugus dalam bahasa Indonesia. Memang benar bahwa kedua pasang bunyi itu dapat berjajaran, tetapi kedua fonem pasangan itu termasuk suku kata yang berbeda seperti terlihat pada contoh yang berikut: /tam-pak/, /tim-pa/, /ar-ca/, /per-caya/.
Diftong juga merupakan gabungan dalam satu suku kata, tetapi merupakan gabungan vokal dengan /w/ atau /y/. Jadi, /aw/ pada /kalaw/ dan /bangaw/ (untuk kata 'kalau' dan 'bangau') adalah diftong, sedangkan /au/ pada /mau/ dan /bau/ (untuk kata-kata 'mau' dan 'bau') bukanlah diftong.
Fonem /aw/ pada kata 'kalau' dan 'bangau' termasuk dalam satu suku kata, yakni masing-masing /ka-law/ dan /ba-ngaw/. Fonem-fonem /au/ pada kata 'mau' dan 'bau' masing-masing termasuk dalam dua suku kata yang berbeda, yakni /ma-u/ dan /ba-u/.
3 Fonotaktik
Dalam bahasa lisan, kata terdiri atas rentetan bunyi, yang satu mengikuti yang lain. Bunyi-bunyi itu mewakili rangkaian fonem serta alofon-nya.
Rangkaian fonem itu tidak bersifat acak, tetapi mengikuti kaidah tertentu. Fonem apa yang dapat mengikuti fonem yang mana ditentukan berdasarkan konsensus para pemakai bahasa itu sendiri.
Kaidah yang mengatur penjajaran fonem suatu bahasa dinamakan kaidah fonotaktik.
Bahasa Indonesia, misalnya, mengizinkan jajaran seperti /-nt-/ (untuk), /-rs-/ (bersih), dan /-st-/ (pasti), tetapi tidak mengizinkan jajaran seperti /-dk-/, /-md-/, /-dt-/, /-td-/, dan /-pd-/.
Tidak ada kata asli dalam bahasa Indonesia yang menjajarkan fonem seperti yang dicontohkan di atas. Oleh karena itu, singkatan dan akronim hendaknya diserasikan dengan kaidah fonotaktik kita.
Bandung, 7 Februari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H