Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ke Mana Jalan Menuju

6 Februari 2022   18:09 Diperbarui: 6 Februari 2022   19:34 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(1)

dalam tidurku aku melihat rumah petak yang disewa
pria kakinya mengukur jarak sejarah
peninggalan perang terjadi saat melangkah
tidak ada kematian di sini
hanya mimpi dan nyala lilin
yang berkibar bagai pataka
menciptakan jalan bagi manusia untuk menyeberang
beristirahat sebentar atau selamanya

 (2)

kematian perjalanan dari banyak perpisahan
tapi air mata mengering sebelum
memulai tadi malam,
lilin membakar harapan dan doa,
api mengirimkan surga satu pesan suara terakhir
hati kita terbuka sebagai jalan orang mati
tentang kebodohan manusia

(3)

dalam tidurku, aku berada dalam mimpi yang bukan milikku
menemukan Tuhan dan bertanya
apakah kematian merenggut kehidupan selamanya
berbagi anggur dan tawa dengan manusia melayang
matanya menunjukkan tanda seribu jalan
yang dilintasi dalam nanodetik atau milenia

(4)

ada tiga kota di kepalaku, mengikutiku ke mana-mana
pengawal yang dibayar untuk mati menggantikanku
gambar peta setiap kota
air mata seorang penyair yang ditinggalkan oleh inspirasinya
menyiksa halaman kosong
setiap kota punya jalan menuju tempat kelahiranku

(5)

namaku adalah memori gelap sebuah gang menuju ibu
suara ketika dia mengucapkan kata-kata yang memelukku
membuatku merinding dalam tidur
mengikutiku pulang untuk melihat dia pergi duluan
pada pemakamannya, kesedihan nuansa gaun hitam

(6)

terbangun hanya dengan bunyi lonceng dari menara
jalan ke pemakaman gereja tulang belulang berbicara
semut hitam di makam terpesona aroma bunga
orang mati melalui angin sepoi-sepoi menyiulkan nada sedih.

(7)

hari mengatakan tidak pada nyanyian orang mabuk
mengundangku untuk mencicipi tuak busuk
mengolok-olok sebelum kutidur dua malam lalu
ingin lebih keheningan, tetapi waras adalah sifat buruk

(8)

menempuh jalan untuk sampai pada kenangan
yang menyebut namaku seolah tersesat
berusaha membawaku kembali ke masa kanak-kanak
bermain di pasir dan melahirkan seribu nama dalam sehari---
cekikikan di lelucon horor wajah-wajah

(9)

kutelah lihat mempelai pria mengucapkan sumpah
di depan pengantin wanita membalikkan punggung
pada cinta yang akan mereka buat
gantung diri di kamar sepi mengakhiri
yang baru saja dimulai, tapi inilah aku
mencari seorang wanita yang akan membiarkanku bepergian
dan tidak mengunciku keluar dari dua wilayah di bawah dada

(10)

nenek bilang cinta dimulai dengan senyuman atau kematian
melihatku bertarung dengan senyuman
yang dengan cepat menjadi air mata
mengalir dan mengalir dan mengalir
di wajah-wajah yang telah melihat kematian
satu lawan satu berjabat tangan dan bertanya
bagaimana ia bisa berjalan di jalan yang sama dengan cinta

(11)

kedai di jalanku
cinta dibagikan dalam botol
dibagikan dalam lagu
dalam asap dan ciuman
sementara emosi menemukan jalan mereka ke irama baru
Jika nenek pernah berkunjung ke sini
dia akan menatap mataku
cinta yang ditemukan di lantai basah
menantang seperti matahari yang bersinar saat hujan

(12)

Aku belajar mati berkali-kali dalam tidur
memegang kenang-kenangan
dan bernyanyi tentang berasal dari tempat cinta tumbuh layaknya benih
tumbuh menjadi pohon menghasilkan buah dikepung kapak tajam
yang berusaha menjadi akhir
hidup sebagai tindakan cinta, juga
dan kematian adalah tempat cinta bertemu untuk kedua kalinya

Bandung, 6 Februari 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun