Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bangku Halte Bus

26 Januari 2022   08:57 Diperbarui: 26 Januari 2022   08:58 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia berjalan keluar dari pintu depan dan berdiri di hadapan Dudung.

"Permisi," katanya, "kamu tidak boleh berdiri di sini sepanjang hari."

Dudung melirik sekilas ke wajahnya, lalu kembali menatap bangkunya. Goyangannya mengencang saat dia melihat sekelilingnya.

"Dudung," katanya (bagaimana dia bisa mengetahui namanya?), "Kamu mengganggu pelangganku. Kamu tidak bisa berdiri di sini."

Dudung menatapnya lagi, kali ini tak mengalihkan pandangannya. Dia bisa melihat Dudung berusaha untuk berkata-kata. "Ada yang salah dengan bangkuku," katanya, lalu mencoba melihat sekelilingnya lagi.

Dian merasakan gelombang frustrasi menyapu dirinya. "Tidak ada yang salah dengan itu, Dudung," katanya, "mereka hanya mengecatnya untukmu, agar lebih bagus, tapi butuh sedikit waktu untuk mengering."

Dudung melihat ke atas dan ke bawah ke jalan dengan cepat. "Mengecatnya," katanya, "mengecatnya ... agar lebih bagus..."

Dian tersenyum padanya. "Ya, itu benar," katanya. "Mengapa kamu tidak pulang dan libur sehari?"

Dudung menatapnya tajam, ekspresi khawatir tiba-tiba muncul di wajahnya. "Tidak ada hari libur!" katanya dengan meninggikan suara, membuat Dian mundur selangkah.

"Tidak ada hari libur!" dia berkata lagi, "Emak bilang tidak ada hari libur!"

Dudung kembali bergoyang-goyang kembali menatap bangku halte. Seketika, Dian mendapat idedan rasa frustrasinya menghilang. Dia menatap Dudung selama beberapa saat, lalu merogoh saku celana jinsnya dan mengeluarkan uang dua puluh ribu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun