Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penyusup

21 Januari 2022   13:56 Diperbarui: 21 Januari 2022   14:00 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku melacaknya hingga ke kamar mandi di sudut buntu di bagian tangga darurat reaktor.

Jejak kaki berlumuran darah telah membawaku ke sosok keriput yang tersengal-tersengal nbersandar di dinding. Dia sedang mengoleskan lukanya dengan semacam semprotan dan mengutuk pelan di antara jerit kesakitan.

Aku belum pernah melihat peralatan medis seperti yang dia gunakan, Meski bukan dokter, tapi aku yakin benda itu belum diciptakan manusia, mungkin sampai beberapa dekade ke depan. Mustahil juga jika itu peralatran standar militer.

Sebagai petugas jaga malam di Reaktor Fusi Siwabessi, aku beruntung tidak terkena pemutusan hubungan kerja sehubungan dengan masalah anggaran. Tapi itu juga berarti aku adalah satu-satunya orang yang melakukan patroli di lantai lima sampai tujuh jam segini.

Pertama aku melihat sosok itu di balik kaca buram di salah satu area terlarang.

Aku tidak tahu apa yang membuat aku melakukannya, tetapi aku mengoson gkan magasin pistolku menembus kaca jendela. Suara kaca pecah dan ledakan peluru terdengar mirip pertempuran.

Empat peluru jelas menembus sesuatu, berarti bahwa siapa pun yang ada di sana akan mati selamanya. Suara kaca jatuh tak lagi tedengar, bunga api memercik dari lampu yang rusak di sudut. Sunyi.

Aku masuk dengan hati-hati. Bantuan dari lantai dasar pasti sedang dalam perjalanan setelah semua kebisingan itu.

Aku akan menunggui dan mengawasi mayat si penyusup, berharap itu adalah spionase atau pencurian dan aku akan diberi imbalan karena melakukan pekerjaan dengan baik. Tapi jika itu adalah sesama penjaga malam atau gelandangan nyasar maka karirku tamat sudah.

Apa yang kutemukan adalah genangan darah yang jejak diseret ke lorong yang berlawanan. Aku mengikutinya ke kamar mandi dan menemukannya di sana.

Aku menatapnya. Dia balas menatapku dengan pupil kuning oranye yang dikelilingi oleh iris merah dan berubah menjadi cokelat saat aku menatap.

Bajunya berdesir, tampaknya seperti kejang, dan dia mengerang. Dia tertawa terbahak-bahak dan berbisik pada dirinya sendiri saat dia dengan panik menyemprot lubang menganga akibat peluru di kakinya. Dia mempertahankan kontak mata dengan saya dan terus bergumam seakan berdoa, sementara tangannya bekerja dengan cepat pada luka di kakinya.

Aku tidak tidak bahasa yang dia ucapkan, tetapi mengenali sifat binatang yang terpojok dari seorang prajurit yang gagal dalam menjalankan misi.

Bunyi klik dari alatnya, lalu tangannya berhenti bergerak. Dia mendesah tersenyum padaku dan rileks. Kelihatannya proses pengobatan telah selesai.

"Kamu bisa lari tapi kamu tidak bisa sembunyi." kataku padanya. Aku mendengarnya di film detektif malam sebelumnya.

Dan terdengar suaraku memantul kembali padaku dari mulutnya yang terbuka.

"Aku tak bisa lari. Tapi aku bisa sembunyi." Dia berkata padaku.

Wajahnya berubah dan tiba-tiba aku bagai melihat ke dalam cermin. Aku merasakan leherku bagai terbakar. Cairan merah menyemprot ke lantai ubin di depanku. Aku terkejut ketika menyadari bahwa itu adalah darahku sendiri.

Mendadak tubuhku lemas dan jatuh ambruk ke lantai. Dia meraih walkie talkieku, dan aku mendengarnya melaporkan kepada rekan kerjaku bahwa semuanya baik-baik saja.

Dan mendadak pandanganku menjadi gelap gulita.

Bandung, 21 Januari 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun