Sawitri menoleh, matanya seakan tertuju padanya. Keti memejamkan matanya sendiri karena tak kuasa menahan tatapan berkaca-kaca dan ekspresi kosong itu.
Tak lama kemudian, dia mendengar orang-orang itu mengerang keras dan tertawa-tertawa. Dia membuka matanya untuk melihat mereka tersentak dan menjauh dari ibu dan kakaknya. Perhatian mereka teralihkan oleh suara perintah yang menggelegar di luar gubuk.
Dia melihat ibunya yang terbaring bagai tak bernyawa, seperti mayat hidup di lantai, tidak bergerak atau berkedip. Satu-satunya yang menandakan dia masih hidup adalah dadanya yang naik turun perlahan. Ketika Keti mengira yang terburuk telah berakhir dan berpikir kalimat yang akan diucapkannya untuk menghibur ibu dan Sawitri, para prajurit berbisik-bisik dan melirik tubuh-tubuh perempuan yang teronggok di lantai. Salah satu dari mereka meludah dengan jijik lalu menusukkan pedangnya ke dada perempuan-perempuan itu. Cairan merah mengalir ke lantai. Keti hampir saja menjerit, tapi buru-buru dia menggigit bibirnya sampai berdarah.
Lama dia diam di bilik orang tuanya, bahkan setelah para prajurit pergi. Waktu berhenti untuknya saat dia menatap ngeri ke mayat-mayat tak bernyawa.
Meringkuk di lantai, dia menarik lututnya ke dada dan menangis. Dia menangis sampai air matanya habis mengering dan tenggorokannya sakit. Dia kemudian tertidur karena kelekahan.
Ketika terbangun, matanya sembap dan tenggorokannya kering. Dia membuka pintu bilik dan merangkak keluar, mendatangi mayat yang tergeletak dan mencium dahi ibunya dengan lembut lalu mengambil cincin ibunya dari jari manis. Dia berbalik menghadap kakaknya, memeluknya erat-erat.
Keti mengucapkan selamat tinggal dan mengambil bungkusan yang telah dikemas ibunya sebelum terbunuh.
Membuka pintu, sinar matahari yang menyilaukan membutakannya sejenak. Dia melihat sekeliling. Asap mengepul dari gubuk-gubuk yang hangus. Aroma kematian meracuni hidungnya. Desa mereka yang dulu hidup sekarang menjadi kuburan.
Bingung harus melakukan apa dan harus pergi ke mana, Keti mencari ayahnya, tetapi dia tidak menemukan satu manusia pun yang masih hidup.
Keti terus berjalan dan tak beberapa lama kemudian, tanpa disadarinya dia sudah meninggalkan desa menuju dunia luar yang masih asing baginya.
BERSAMBUNG