Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Korban Pembunuhan dengan Luka Gigitan (Serial Saraswati: Pakar Paranormal)

16 Januari 2022   19:00 Diperbarui: 16 Januari 2022   20:32 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dari suhu tubuhnya, dia baru saja tewas kurang dari lima belas menit," kata Detektif Sanjo Kaimano, berusaha mengalihkan pandangannya dari mayat yang tergeletak. "Kami memiliki dua tersangka, tetapi wawasan apa pun yang kamu miliki akan sangat membantu, Nona Profesor Doktor Saraswati."

"Tidak perlu menyebut gelar, Detektif," kata Saras tanpa menoleh sambil berlutut untuk memeriksa mayat itu.

Lelaki itu berusia di akhir dua puluhan. Rambut hitam kecokelatan, mata hijau. Tenggorokannya robek, terdapat beberapa bekas gigi yang dalam. Tergeletak di antara dua baris wastafel di kamar mandi restoran, darah menghiasi ubin marmer di bawahnya.

"Aku melihat penyebab kematiannya," kata Saras, "tapi apa yang terjadi dengan bagian belakang kepalanya?"

"Trauma benda tumpul. Sepertinya dia jatuh ke wastafel saat-"

"Dimangsa?"

"Diserang." Detektif Sanjo menelan ludah dan menghindari tatapannya.

Saras memiringkan kepalanya. "Anda orang baru di Polres Thepox, Detektif?"

"Baru dipindahkan ke sini minggu lalu."

"Masih belum terbiasa dengan komunitas makhluk astral dan supernatural?"

"Um... ya." Sanjo mengamati Saras. "Kamu bukan ... bukan salah satu ...?"

"Tidak sopan bertanya kepada seorang wanita apakah dia manusia."

Kembali meneliti mayat korban, Saras bertanya, "Ada tanda-tanda senjata?"

"Bukan sejata yang alami, kalau itu maksudmu."

"Gigi lebih alami daripada pisau, bukan?"

Wajah Detektif Sanjo puscat pasi. "Aku tidak bermaksud--"

"Tenang, Detektif. Saya hanya bercanda."

Saras berdiri, lalu mengulurkan tangan untuk mematikan keran yang masih menyala dengan tangannya yang mengenakan sarung karet.

Cermin di atas wastafel memantulkan rambutnya yang dicat merah bergelombang dan matanya yang cokelat gelap. Dia tinggi, hampir sama tinggi dengan detektif itu, dan sepatu hak tingginya tinggi keduanya jadi sama.

Sambil mengusap pipinya, Saras mengembuskan napas panjang. "Saya siap untuk berbicara dengan para tersangka."

Detektif Sanjo berbicara singkat melalui handie talkie, dan sesaat kemudian tiga petugas polisi berseragam mengawal sepasang pria ke kamar mandi.

Detektif Sanjo terlihat gelisah. Saat Saras melirik ke cermin dia melihatnya sedang mengutak-atik arlojinya. Saras mempelajari empat bayangan lain di cermin sebelum berbalik menghadap kedua tersangkanya. Salah satunya memiliki mata kuning pucat dan gigi taring panjang. Satunya lagi dadanya berbulu sangat panjang hingga mencuat di bagian atas kausnya.

Saras menatap lelaki berbulu. "Kami akan mulai denganmu, serigala."

Si manusia serigala membalas tajam tatapan mata Saras.

"Aku sedang menikmati rare sirloin steak ketika merasa perlu menandai wilayah, kalau kamu mengerti maksudku." Dia menyentakkan dagunya ke pria bermata kuning itu. "Aku masuk dan menemukan pengisap darah itu berdiri di atas mayat korban."

"Bohong!" teriak vampir bermata kuning dengan suara melengking. "Aku masuk ke kamar mandi dan menemukan dia berdua dengan mayat itu."

Saras menoleh ke Detektif Sanjo  yang mengangkat bahu. "Mereka berdua ada di sini ketika polisi sdatang menjawab panggilan. Tenggorokan korban sudah robek. Kami tidak tahu yang mana yang menyerang pria itu, tetapi aku sudah memanggil dokter gigi untuk membandingkan bekas gigitan dengan gigi mereka."

"Tidak perlu," kata Saras. "Saya sudah tahu siapa pembunuhnya."

Saras menudingkan jari telunjuknya ke arah manusia serigala. "Tangkap dia. Dialah pembunuhnya."

"Apa?" teriak si serigala. "Kamu tidak punya bukti!"

"Keran itu airnya mengalir, berarti korban sedang mencuci tangannya saat diserang," kata Saras. "Tapi bagian belakang kepalanya membentur wastafel. Dia pasti melihat penyerangnya di cermin dan berbalik untuk membela diri."

Saras menunjuk ke cermin yang menunjukkan enam sosok manusia. "Seperti yang Anda lihat, kita bertujuh. Vampir tidak punya bayangan. Korban tidak akan melihatnya datang, oleh karena itu dia tidak bisa menjadi pembunuhnya."

Saat petugas memborgol dan enyeret manusia serigala yang meronta-ronta dari kamar mandi, Detektif Sanjo menggelengkan kepalanya. "Aku butuh waktu untuk membiasakan diri di sini."

"Semua mengatakan begitu pada awalnya." Saras menanggalkan sarung tangan karetnya dan kemudian mengeluarkan kartu nama dari sakunya.

"Ini," katanya, menyerahkannya pada Sanjo. "Semua polisi di wilayah ini sudah kenal saya, tetapi jika Anda membutuhkan saya, hubungi nomor itu."

Sanjo mengeja. "Pa-kar pa-ra-nor-mal. Apakah artinya kamu pakar yang menyelidiki peristiwa paranormal atau kamu pakar yang paranormal?"

Saras tertawa ketika dia menuju pintu tanpa menjawab pertanyaan Sanjo.

Bandung, 16 Januari 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun