Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mimpi Buruk Siang Bolong Pria Dewasa tentang Masa Remaja

9 Januari 2022   13:00 Diperbarui: 9 Januari 2022   13:19 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(1)

awal cinta yang memang selalu menyedih
gagal terlindung oleh pelindung semua mimpi buruk
kisah kasih kita kotak-kotak
karena itu yang terburuk dari semua urusan
kisah kita dimulai di jalan tanah berdebu---
jalan yang tak lurus tak mulus tak lurus menipu
waktu itu kubelum mengenal ode
senyummu adalah yang hariku biru ceria
mari kita bersama kembali ke hari itu
bergabung denganku di dering sumbang memori


ku hanyalah remaja tumbuh kembang saat itu
tanpa tujuan, tanpa jati diri
dan seperti yang biasa terjadi pada semua lelaki muda
ku mengabdi pada imaji luncah
malam di bantal berbicara dengan iblis
berakhir dengan swapencabulan
senang bersenang mabukkan jiwa
kemewahan yang mengerikan
hingga pohon larangan kau tebang
dan bebaskanku dari akar penyesalan


seluruh dunia terbakar habis hari itu---
hari ketika mataku pertama kali menatapmu
kepala indah bulat di leher jenjang
pinggul meliuk-liuk kedua sisi layaknya embun gantung
matamu nanar temani gerhana
senyummu membutakanku dengan cahaya dewa
pada hari hidup kita tertulis naskah biru
mencemooh pemirsa yang merumput
gunung berapi erupsi dalam diri
lava mengalir menuju dermaga saliva

belajar dari pengalaman tenggelam
sirene yang meraung tertanam di liang telinga
di bangku kayu aku terikat
kalah dalam pertempuran melawan gerendel hati
El Qaish dan Layela berjuang demi cinta---
adalah cinta yang bukan keinginan
yusuf suasana hati zulaekha di atas menara
minum anggur Nun membuatku mabuk
dan di sana apa yang tampak seperti kebab
dengan cambukan ekor pari tujuh tahun


(2)

musim tanah berubah menjadi lumpur
sidik jari membatu jmenjadi fosil amonit
kasut kecokelatan menyerupai kentang
jejak mempunyai pengikut seperti rasul
kedai runcit sedia hangat kita
permen dan juadah tumbuh di penangkaran
di kulit kepala air mata dewi Sri meleleh
rambut keriting bergoyang zumba
aku mengembara kesepian bak awan
mencarmu sebanyak kesempatan memungkinkan


ini tragedi musuhku yang ditugaskan
kamu selalu menghindari penawaran
yang dibayangkan John Longfellow dan Amir Hamzah
racun membawaku ke situs tanpa ada obatnya
hari demi hari jika ku mati meski sedikit
cinta tak berbalas di bawah injakan tumit
di jiwaku berat kaku yang membebani
ketidaknyamanan yang gagal dihindar
kemudian kamu menjadi penampakan
sangkal daku dengan tembakan penyesalan


kamu di mana-mana dan tidak di mana-mana
kecuali di pelukan lelaki lain
Jam pulang sekolah seperti pemanggilan arwah---
dihabiskan untuk mendengarkan pujian penjilat yang menjijikkan
"Mencintaiku, tidak mencintaiku."
tawar mawar di ujung landasan ke Peshawar
bergulat dengan keinginan sia-sia
ikan yang mengambang tanpa siripnya
takdir jatuh terbakar pedih penolakan
bagaimana cara orang sekarat menyerap oksigen?
kapan pesulap membuat udara menjadi merpati?


akrab dengan sensasi,
hanya itu yang kurasakan saat kamu berjalan
melewatiku di lorong kegembiraan
mati rasa seolah kita sudah berbicara
dan ketika dirimu menekan dinding
survei realita via dunia maya
jiwaku tergores di dada siaga berlaga
jarena cinta membuat hati menjadi kerawang
pada hari dingin bibirmu berkilau matahari
latar cakrawala merah kuning oranye jingga

Bandung, 9 Januari 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun