Seharusnya jika tidak ada yang perlu disensor, maka buku ini mudah saja kuloloskan. Kecuali ... jika bahasanya berbeda, maka konsep subservif yang terlarang mungkin tersembunyi di dalamnya. Dan jika lolos dari ruang arsip akan mencari akar di masyarakat. Beban tanggung jawab menekan pundakku, dan aku kembali dilanda panik.
Perlahan-lahan aku menghembuskan napas menenangkan diri, dan mulai membaca buku daftar yang lain. Yang ini tidak seakrab daftar yang pertama, tetapi tetap memiliki kata-kata terlarang yang sama dan diterjemahkan ke bahasa asing. Bahasa lain yang aku tahu. Bukan bahasa buku yang dimaksud, tetapi jika aku dapat menemukan kata-kata dalam daftar ini, maka aku akan memenuhi tugasku.
Aku kembali ke halaman pertama dan bergerak lambat.
Tidak ada kata terlarang.
Selama satu jam berikutnya, aku membaca setiap daftar kata terlarang yang dapat kutemukan. Aku berhasil menghapus beberapa kata di sana-sini, tetapi semakin jauh aku membaca buku itu, semakin jelas bahwa kata-kata yang kusensor hanya kebetulan cocok dengan ejaan sesuatu yang dilarang dalam beberapa bahasa lain. Penyensoran secara kebetulan bukanlah cara untuk memenuhi standar operasi pekerjaanku.
Aku meletakkan daftar terakhir dan mengeluarkan slip permintaan buku tersebut. Dari seorang pejabat pemerintahan tingkat atas.
Di satu sisi, itu berarti aku tak perlu khawatir ide terlarang akan menyebar ke jalanan. Namun di sisi lain, jika kau membiarkan satu saja kata haram terlewat, pejabat itu akan meminta pertanggungjawabanku secara pribadi. Yang berarti karirku selesai sampai di sini.
Aku meletakkan daguku di atas buku yang terbuka. Botol tinta sensor tegak di atas meja, tepat di depan mataku. Dari perspektif itu tampak seperti menara, benteng pertahanan moral yang kokoh, yang akan bertahan terhadap segala ancaman dan serangan.
Gambaran itu membuatku duduk tegak.
Siapa aku untuk dipertanyakan, atau untuk diragukan? Aku adalah juru sensor! Kekuasaan ada di tanganku, bukan pada pejabat pemerintah. Persetan dengan kedudukan tingginya. Jika kukatakan suatu kata harus disensor, maka itulah yang harus dilakukan.
Aku mengambil pena dan mencoret lebih banyak kata, mengambilnya secara acak dari buku. Sensasi kekuasaan membuatku terus membaca seluruh buku. Namun, ketika aku berhenti, gelombang kepanikan lainnya muncul.