Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bulbul

14 September 2021   19:09 Diperbarui: 14 September 2021   19:20 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menelan kunci pintu kamarmu. Salah satu yang kamu berikan kepadaku bertahun-tahun lalu, ramping bergigi dan berderak di kunci kuningan yang berderit setiap kali kumenyelipkannya.

Ketika aku melihat ke dalam matamu, tak lagi terlihat wajahku tertulis di sana. Profilmu dikelir oranye oleh jilatan cahaya lilin padam dalam diam di meja sudut. Saat itulah aku tahu hatimu milik orang lain kini.

Mulutmu tidak lagi terbuka dalam bisikan merah anggur ketika aku melingkarkan jariku di tenggorokanmu dan mencium keningmu.

Napasmu telah dicuri saat aku mengintip melalui lubang kunci ke kamar tidurmu, untuk melihatmu tidur tapi menemukanmu terjaga. Kamu duduk di meja rias menyenandungkan lagu burung bulbul saat menyisir rambut dalam cahaya lampu tempat tidur, bersiap untuk lena dengan stoking sutra. 

Jadi aku mengambil kuncimu dan menyembunyikannya. Pertama di saku celanaku, lalu laci meja samping tempat tidurku, tempat kamu tidak bisa memberikannya kepada orang lain.

Aku bisa mendengar mereka di malam hari saat kutidur. Kenangan ciuman yang dicuri dari payudaramu, permainan bulu mata yang malu-malu seperti cabang dedalu menangis Adalah bisik tipuanmu, seperti benih buah pahitmu yang mengendap di punggung otakku yang gelisah, di akar dan simpul keriput. 

Itu adalah pengakuan perselingkuhanmu yang menyebar dahan lebar saat aku bermimpi membakar rumah dan stoking sutra putihmu. Menyebar di jari-jari lelah dedaunan layu di ketinggian musim kemarau, meracuni pikiran saat kutidur.

Kamu tidak mengatakan apa-apa tentang itu, di rumah tua yang berderit dengan lubang kunci dan selasar. Kamu menari dengan jari-jari lentik terawat baik dan gaun pesta putih bersih, gaun rok lebar berputar naik turun di atas stoking. Kamu dan janjimu. Tapi aku tahu janji ini kosong seperti pandangan mata tanpa cintamu padaku.

Rambutmu bagai kepulan asap, berjatuhan anak tangga yang berputar tanpa henti. Jalur hitam melingkar yang kupanjat untuk menyentuh tiara di atas kepalamu dan mencium kening sebelum Anda tidur. Seperti halnya pelamar lain setiap kali mereka meminta pelukanmu di luar pintu kamar tidur.

Kamu tidak membicarakannya, dan jika kamu melakukannya, aku tidak akan mendengarnya, kecuali bisikan beracun ini. Aku menelan kuncimu dan benihnya bersamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun