Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Panitia

3 Agustus 2021   21:16 Diperbarui: 3 Agustus 2021   21:24 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua panitia berhenti sejenak sebelum beralih ke item berikutnya, mengamati sisa agenda yang diketik di atas meja di depannya.

Sadar bahwa para anggota mengawasinya, dia menahan keinginan untuk menghela nafas panjang. Mereka baru setengah jalan melalui 'Realisasi Rencana Kerja Bulan Lalu' dan sejauh ini belum mampu menyelesaikan satu masalah pun. Semua yang saat ini terdaftar sebagai 'Rencana Bulan Lalu' telah diajukan atau dilanjutkan, dan akan segera kembali di bawah 'Rencana Bulan lalu' ketika panitia bertemu lagi bulan depan.

Mereka telah menghabiskan empat puluh lima menit terakhir untuk bertengkar dan berdebat, mengincar posisi kemudian mencoba untuk berkompromi, memberikan janji manis untuk bersatu sambil berdebat tentang detail. Semuanya tanpa mencapai apa-apa.

Rapat sudah berjalan buruk sejak awa. Ada tudingan-tudingan yang dilontarkan bolak-balik tentang susunan kata-kata dalam notulen rapat sebelumnya.

Lebih buruk lagi, ketika ketua melihat ke bawah agenda, dia melihat beberapa item di bawah 'Rencana Kerja Bulan Ini' yang dia tahu benar-benar akan menimbulkan masalah.

Dia bertanya-tanya untuk keseratus kalinya, bagaimana dia membiarkan dirinya dibujuk untuk memimpin massa yang gaduh ini.

Mendongak, dia mengamati wajah sesama anggota panitia. Dia tidak bisa benar-benar menyebut mereka teman, meskipun tentu saja mereka, setidaknya dalam arti bahwa mereka semua ada di sini bersama karena keyakinan pada tujuan yang sama. Tapi hanya ada satu atau dua orang yang bisa dia toleransi untuk waktu yang lama dalam suasana tak resmi.

Mereka datang dari semua lapisan dan kelas masyarakat, dilemparkan ke dalam struktur sosial kecil yang rapi dimaksudkan untuk membantu mengesampingkan perbedaan dan melahirkan kolaborasi. Namunsebenarnya mereka semua bertekad untuk tunduk pada kebutuhan dan keinginan individu mereka sendiri.

Pada awalnya, ketika mereka pertama kali memulai pertemuan bulanan, mereka kebanyakan berperilaku baik, dan mendengarkan pendapat satu sama lain dengan sopan, dan ada perasaan umum bahwa hal-hal besar dapat dicapai. Namun, seiring berlalunya waktu, kepribadian asli mereka muncul ke permukaan, dan mereka mulai berprasangka dan mencari kelemahan satu sama lain. Eksploitasi dan manipulasi dilakukan tanpa rasa malu.

Demokrasi menyebalkan, pikir ketua.

Dia berdeham. Terlalu lama membaca agendanya dan beberapa anggota menatapnya dengan tatapan curiga.

Dia melirik arlojinya dan hampir menghela nafas lagi. Masih banyak waktu yang tersisa hingga akhir pertemuansesuai jadwal. Dia merasakan energinya terkuras detik demi detik.

Bagaimana dia bisa melewati sisa item yang diketik dengan rapi di depannya?

Kemudian, tiba-tiba, seperti sambaran petir dari langit, dia menyadari bahwa-ya, dia adalah ketua panitia-dia bisa melakukan apapun yang dia mau.

Dia mengambil palu kayu kecilnya dan melihat sekeliling meja.

"Saya sudah mendapat kesimpulan dari kalian, anak-anak cengeng yang menyebalkan," katanya. "Mengapa kalian semua tidak pulang dan memikirkan betapa egoisnya kalian, dan kemudian kembali bulan depan dan bertingkah seperti orang dewasa?"

Tentu saja dia tidak mengatakan itu sama sekali. Dia hanya berpikir untuk mengatakannya. Apa yang sebenarnya dia katakan adalah, "Kalian tahu, teman-teman? Saya baru saja memutuskan bahwa kita telah melakukan cukup banyak untuk hari ini, saya akan menyusun laporan untuk bulan depan. Saya akan menantikan kalian semua saat itu. Rapat ditunda!"

Dia memukul palu di atas meja, mengumpulkan kertas-kertasnya dengan cepat dan bangkit meninggalkan ruangan, menghindari tatapan bingung di sekelilingnya.

Dia menuju pintu, berpikir bahwa dia tidak akan pernah kembali. Namun saat dia sampai di lorong dia sudah merasa sedikit bersalah, dan ketika mencapai tangga, dia sudah mengatur ulang rencana agenda rapat yang baru di kepalanya, untuk bulan depan saat panitia berkumpul, melakukan pekerjaan yang mulia.

Bandung, 3 Agustus 2021

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun