Juli mendorong dokter atau perawat dan terseok-seok hampir tersandung membuka pintu bertanda Tangga Darurat.
Bukankah ini darurat? Mendarat di rumah sakit sendirian, terluka, terhubung mesin, tepat setelah bertemu cinta sejatimu?
Bukankah cinta datang kapan saja secara mendadak?
Di belakangnya, suara perawat atau dokter bergema di udara, berteriak, "Hei!" dan "Tolong!" dan "Tunggu!". Tapi Juli tetap menyeret kakinya yang telanjang melangkah menuruni tangga beton, meskipun jantungnya berdegup kencang sampai memekakkan telinganya. Meskipun dunia mulai  berputar menari salsa.
Dan ketika dia akhirnya mencapai dasar tangga, dengan pandangan gelap dan keringat mengalir membasahi lehernya, Juli Pepa menendang pintu keluar seperti hendak meruntuhkan tembok China. Dan gemuruh riuh lalu lintas kota menyembur seperti tepuk tangan dan sorak sorai yang menggelegar dan---
***
Pria berkacamata hitam itu terus mondar-mandir di ruangan bercahaya temaram itu.
"Dia membuang-buang waktu kita," katanya. Dia menendang sesuatu---keranjang sampah, mungkin. Juli tidak bisa melihat dengan baik dari sudut ini---dan dia berkata, "Kita hanya punya waktu beberapa menit, dan dia malah mencium si bodoh itu di taman. Dan kemudian tertangkap di rumah sakit!"
Tapi Agustus memegang tangan Juli dan menyorotkan senter ke matanya, lalu berkata kepada pria itu, "Dia bisa melakukannya. Dia adalah kesempatan terbaik yang kita punya."
Kemudian dia mematikan lampu senter dan menatap Juli yang balas menatap melalui bintik-bintik dan kabut silau akibat lampu sorot. "Juli?" katanya. "Kamu harus mendapatkan kode peluncuran itu. Dunia, dipertaruhkan di sini. Dapatkah engkau melakukannya?"
Dan Juli hanya menyipitkan matanya dan berkata, "Kalau begitu, berhentilah membuang-buang waktu. Kirim aku kembali ke sana."