Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kamp 13

17 Juli 2021   18:59 Diperbarui: 17 Juli 2021   20:19 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

3556P menganggap suara keras sebagai kesempatan untuk batuk perlahan yang membebaskan sisa makanan yang menyangkut di tenggorokannya. Pengawas memindahkan senjatanya ke depan dan lari keluar rumah tanpa mengu-capkan sepatah kata pun kepada ketiga sosok merah tua itu.

Sirene yang menggelegar hanya berarti satu hal: seseorang mencoba melarikan diri. Mereka menunggu sesaat sebelum terdengar suara tembakan. Siapapun yang men-coba melarikan diri telah dieksekusi.

Suara sirene berhenti. Dua sosok manusia dewasa di meja makan menghela napas lega, sementara gadis kecil itu mencoba untuk bernapas dengan normal lagi.

Dia tidak diperiksa malam ini, tapi bagaimana dengan besok? Bagaimana dengan besoknya lagi? Sejujurnya, dia merasa dia tidak pernah ingin makan lagi.

Rasa gelisah membuatnya sesak napas. Kedua orang tuanya berdiri dari kursi dan pergi menuju tempat tidur mereka. Setelah napasnya berangsur normal, gadis cilik itu bangkit dari kursinya dan berjalan dari ruang makan ke tempat tidurnya sendiri, sebuah area abu-abu kecil dengan sebuah tempat tidur dan kursi kecil sebagai pelengkap.

Dia berbaring di tempat tidurnya dan melepas kerudungnya. Mulutnya bengkak karena dicekoki makanan dengan paksa, dan di dalamnya masih ada sisa makanan yang tidak berhasil ditelan. Dia meludahkannya ke bawah ranjang dan menutup matanya.

Yang bisa ditanggungnya pada hari itu, hanyalah saat dia menutup mata dan mengingat-ingat. Tentu saja, yang dia ingat bukanlah ingatannya sendiri, tapi yang diceritakan oleh orang lain. Matanya berkaca-kaca.

3556P melihat ke kursi tempat orang lain itu akan duduk dan bercerita tentang kisah yang tak ternilai tentang masa lalu. Dia kembali memejamkan mata, dan membayangkan neneknya, Devi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun