"Ya, tetapi kalau kamu bukan robot, kamu hanya tinggal menjawab bahwa kamu bukan robot. Gitu aja kok repot."
"Oh."
Aku tidak bisa memikirkan bagaimana cara memberitahunya bahwa aku tidak keberatan, bahwa aku hanya bertanya karena penasaran, bahwa aku tidak mencoba menuduhnya telah berbuat jahat.
Seharusnya, sebelumnya bertanya aku harus memikirkan tentang konsekuensi dari pertanyaanku, tetapi seperti juga niat menyelidiki secara halus, pikiranku juga hilang saat itu.
"Apakah aku tampak seperti robot?" tanyanya tidak yakin. Aku mengertidari keraguannya, dia bertanya apakah aku berpikir dia tidak nyata, sebuah program atau mesin tanpa identitas.
"Tidak! Bukan begitu. Aku hanya ingin tahu. Tidak masalah--tidak ada bedanya buatku."
Aku berharap dia mengerti maksudku, dan dia memang mengerti. Aku masih terlalu malu untuk menjelaskan betapa aku mencintainya jauh di dalam hatiku dengan rasa sakit yang tidak ada kata yang tepat untuk menjelaskannya.
Meskipun orang-orang menduga kami tidak serius, tetapi aku mencintainya dengan sungguh-sungguh.
Dia adalah robot yang tak berbeda dengan manusia. Matanya cokelat cemelang, membuat lelucon yang tidak lucu dan membenci tindakan yang tak bertanggung jawab.
Sejujurnya, kelebihan dan kekurangan mempunyai pacar robot pada umumnya sama, jika tidak secara khusus, dengan memiliki pacar manusia.
Tentu saja dia harus mengisi ulang selama beberapa jam secara berkala, tetapi itu lebih baik dibandingkan dengan waktu main game online yang dihabiskan oleh pacar manusia. Kadang-kadang kabelnya korslet dan dia akan berbicara dalam bahasa kode pemrograman atau biner, tapi tak pernah sekali pun kami bicara tentang sepak bola, mobil balap atau politik.