Suatu pagi yang cerah, Ferry si pawang harimau terbangun di dalam kandang macan, yang, bukan hal yang terlalu luar biasa mengingat pekerjaannya adalah menjinakkan harimau. Apalagi semalam dia minum-minum dengan teman-teman sirkus taman safarinya.
Tapi apa yang tidak biasa, Ferry melihat melalui matanya yang masih belekan adalah, dia hanya mengenakan salah satu kaus kaki bergaris ungu-putih-kuning favoritnya. Yang kiri, ternyata.
Si harimau, Bulbul, memakai yang satunya lagi. Sebelah kanan, tepatnya.
Mungkin yang lebih aneh lagi, Ferry masih mengenakan kedua sepatu hitamnya yang bertali, masih terikat rapi.
Apakah kaus kaki itu, entah bagaimana, berhasil memindahkan dirinya sendiri secara ajaib? Bahkan jika Bulbul bisa melepaskan kaus kaki Ferry dari kaki Ferry dan ke kakinya sendiri, rasanya menggelikan untuk berpikir dia bisa meletakkan sepatu itu kembali di kaki Ferry dan mengikatnya kembali.
Bulbul duduk menatap Ferry dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.
Ferry menyadari bahwa kaus kaki bergaris kesayangannya kemungkinan besar takkan simetris cermin lagi. Bagaimanapun juga, cakar harimau bukanlah hal yang sepele.
"Bulbul," katanya, menggelengkan kepalanya dengan sedih. "Kenapa kamu memakai kaus kakiku?"
"Untuk mendapatkan perhatianmu," kata Bulbul.
Si pawang harimau memekik kaget dan memundurkan pantatnya.
"Yang bener aja," kata Bulbul. "Kamu mempertontonkanku di depan orang banyak hampir setiap hari dan memasukkan kepalamu ke dalam mulutku, kepala yang akan putus jika aku tidak sengaja bersin. Dan sekarang kamu takut padaku?"
"Tapi kamu ... kamu sedang berbicara!" seru Ferry.
"Tentu saja," kata Bulbul. "Kamu kaget?"
"Tentu saja aku kaget!" kata pawang harimau. "Kamu belum pernah berbicara sebelumnya, kan?"
"Aku tidak punya topik untuk dibicarakan sebelumnya."
"Yah, apa yang harus kamu katakan sekarang?"
Harimau itu menatap pawangnya tanpa ekspresi. "Ferry," katanya, "kupikir kau terlalu banyak minum."
"Apa?" kata si pawang. "Kamu pikir aku minum terlalu banyak? Apakah aku masih mabuk, atau memang benar seekor harimau memberi tahu bahwa aku terlalu banyak minum?"
"Lain hal kalau kamu cuma minum sesekali," lanjut Bulbul dengan tenang. "Tetapi tampaknya terjadi lebih sering akhir-akhir ini. Dan masih bagus kalau kamu paginya terbangun di kandangku. Aku tidak ingin mengingatkanmu di mana kamu berakhir beberapa hari yang lalu. Apakah kamu tidak bahagia, Fer? Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu kesal?"
Mendadak mata si pawang harimau dibanjiri air mata. "Tidak, Bul. Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun."
"Lalu apa yang mengganggumu?" tanya Bulbul.
"Aku tidak tahu," kata Ferry. "Aku merasa ... aku tidak tahu harus berkata apa."
"Kamu tahu, Fer," kata Bulbul, " kebanyakan pria menjalani kehidupan dengan menyembunyikan tekanan dan berlagak seolah-olah semuanya baik-baik saja. Tampaknya kamu sebenarnya merindukan kebebasan. "
"Tidak ... ya ... aku tak tahu," kata Ferry sedih. "Aku senang bersamamu, Bulbul. Aku telah membesarkanmu sejak kamu masih kecil. Meski sekarang sedikit kecewa karena kamu belum pernah berbicara sebelumnya, padahal selama ini sebenarnya kamu bisa melakukannya. Tapi tetap saja, aku menganggap hubungan kita istimewa. Aku menganggapmu sebagai teman terbaikku."
"Dan kau sahabatku," kata Bulbul. "Mungkin kita hanya perlu perubahan suasana."
Ferry bangkit kembali dan mulai berjalan mondar-mandir di dalam kandang. Dia memperhatikan bahwa pintu itu terkunci dan menghela nafas. Berapa banyak dia minum semalam? Tapi tidak masalah.
"Bulbul, kau benar," katanya. "Aku merindukan hari-hari pengembaraan kita. Kita sudah lama tidak keluar dari taman safari, mungkin sudah sepuluh tahun. Dulu kita biasa bepergian ke seluruh Nusantara, ingat? Bahkan, pernah sampai ke manca negara untuk mengikuti Festival Sirkus Sedunia! Kita memang membutuhkan perubahan suasana!"
"Ssst, ada yang datang," kata Bulbul. "Sebaiknya kita menunggu sampai malam gelap baru kita menyelinap pergi."
"Ya, Bulbul sahabatku, harimau yang baik," kata Ferry lantang karena Lolita, wanita bertato dan berjanggut, lewat. Sepertinya masih mengenakan gaun merah lusuh yang sama dengan yang dikenakan semalam. "Selamat pagi, Lolita!"
Lolita menatap Ferry dan Bulbul dengan curiga, lalu menggelengkan kepalanya. "Mengunci dirimu di sana lagi, Ferry?"
"Benar, Lolita. Bisa minta tolong untuk mengambilkan kunci cadangan dari manajer? Aku traktir minum bir malam ini, maksudku, kapan saja kita sama-sama di bar. Setuju?"
"Oh, baiklah," jawab Lolita sambil menggaruk janggutnya dan pergi. "Jangan lupa, Fer. Bir," dia berbalik dari balik bahunya. Lolita minum bir selayaknya elang memangsa ular yang memakan tikus.
"Bagus," kata Bulbul. "Terutama karena kamu tidak akan minum dengannya lagi untuk sementara waktu, kan?"
"Temanku, kamu betul-betul memahamiku luar dalam," kata Ferry sambil membelai kepala Bulbul. Dia tersenyum saat pusing di kepalanya mulai mereda.
***
Keesokan harinya, stasiun televisi berlomba-lomba menayangkan berita.
Harimau lepas. Pawang harimau dimakan hewan asuhnya. Yang tersisa hanya sepasang kaus kaki.
Bandung, 18 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H