Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 9: Wedges

13 Juni 2021   09:29 Diperbarui: 5 April 2022   23:56 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama kali Kristin melempar sesuatu ke psikiaternya tepat setelah dia mengatakan bahwa Kristin "cenderung berperilaku irasional."

Itu pendapatnya setelah setahun menjalani terapi.

Mempertimbangkan uang yang sudah dikeluarkannya, Kristin berharap apa yang dikatakan berbeda dengan kata-kata ibunya yang telah didengarnya sejak dia berumur enam tahun.

Jadi Kristin melemparkan sandal wedgesnya ke arahnya dan tertatih-tatih keluar dari ruang praktik si psikiater. Dia mengirimi Kristin tagihan penuh. Kristin menjawab, "Anda berhutang wedges sebelah kepadaku."

Lalu dia kembali menjalani terapi rutinnya seolah-olah tidak ada yang terjadi, kecuali Kristin mengenakan stiletto dua belas senti sebagai peringatan.

Sang psikiater menempatkan sandal wedges miliknya di dalam kotak kaca di raknya dekat ijazah, penghargaan, dan piala.

Dia berhenti menjadi terapis Kristin segera setelah itu dan mereka mulai berkencan.

Kristin curiga dia sedang menulis novel tentangnya dan membutuhkan setidaknya satu adegan erotis untuk bisa menjualnya ke rumah produksi.

Enam bulan kemudian, dia sudah menghasilkan trilogi.

Sungguh menakjubkan! Betapa cepatnya suatu hubungan berkembang ketika kamu berbagi rasa tidak aman terdalammu dengan seorang pria yang telah mendengar begitu banyak cerita yang dia anggap kelainan lebih lucu daripada sakit jiwa biasa.

Ketika dia membuka keanehannya sendiri kepada Kristin, terutama ketertarikannya pada tumit kaki, Kristin mencoba untuk menjadi pendengar yang baik. Namun, karena dia bukan seorang psikiater. Maka Kristin tertawa terbahak-bahak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun