Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 9: Wedges

13 Juni 2021   09:29 Diperbarui: 5 April 2022   23:56 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah lama terdiam, Kristin pertama kali melihatnya tersipu malu, dia mengaku selalu ingin tertawa ketika pasiennya mengungkapkan rahasia mereka.

"Sebagian besar rahasia terdalam kita benar-benar konyol bagi orang lain, bukan?"

Kristin dan (mantan) psikiaternya menjadi teman sekaligus kekasih. Sahabat dalam gelak tawa, mereka menyebutnya. Dia akan bersantai dengan bercerita tentang harinya, dan Kristin akan mengolok-oloknya. Kristin berbagi rasa frustrasi menjadi satu-satunya wanita di biro konsultan investasi dan dia akan berbicara celoteh penderita gangguan jiwa sampai Kristin terkikik. Suatu kali, ketika Kristin mengoceh tentang politik kantor sambil duduk di toilet, dia menerobos masuk dengan topeng badut. Dia mengangguk, ibu jari dan telunjuk menjepit cerutu khayalan, dan bergumam, "Mmm. Sungguh menarik."

Tentu saja, sekali dua mereka bertengkar, tetapi mereka berdua menyadari betapa mereka menikmati dan membutuhkan satu sama lain, jadi tidak pernah membiarkan pertengkaran menjadi berlarut-larut.

Setidaknya itulah yang Kristin rasakan.

Malam Minggu, saat hujan deras dan mereka berada di balik selimut di tempat tidur sambil mengunyah kentang wedges goreng ditaburi keju parmesan, ketika si psikiater dengan satu tangan bertopang dagu memasang tatapan yang paling serius dan berkata, "Kita harus bicara."

"Satu-satunya kalimat yang lebih buruk dari itu adalah 'kurungan badan seumur hidup,'" balas Kristin.

Dia mengabaikannya. Psikiater adalah manusia yang serius dan sangat fokus jika ada maunya. Kristin mengira itu adalah bagian dari pelatihan menjadi psikiater.

Kristin mencoba mengalihkan perhatiannya dengan memainkan Freud, nama yang dia berikan untuk  ..., tetapi dia tak terpengaruh dan fokus pada topik yang ingin disampaikan.

Serangkaian perisahan masa lalu melintas di benak Kristin. Dia tahu ke mana arahnya dan tidak ingin menuju ke sana. Faktanya adalah, Kristin sedang jatuh cinta dan ingin itu bertahan selamanya.

Jadi Kristin melompat dari tempat tidur, berlari mengambil sepatu high heel-nya dan melemparkannya ke si psikiater. Terserah mau dibilang stimming atau OCD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun