Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Preloved Shop

2 Juni 2021   20:51 Diperbarui: 2 Juni 2021   21:04 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak penting bagaimana aku mati. Aku mati dengan cara yang bodoh.

Aku makan kue kacang di pesta ulang tahun rekan kerja. Anafilaksis. Alergi. Tragis. Bam! Jatuh, mati.

Yang lebih penting adalah barang-barang yang kutinggalkan.

Setelah pemakamanku, semua barangku disumbangkan atau dibagi-bagikan. Sementara jasadku dimakan cacing, tidak ada yang menginginkan barang bekasku, atau lukisanku, atau membaca buku harianku yang seharusnya kubakar sebelum mati.

Tidak.

Yang mereka inginkan adalah pakaianku.

Jas mafia kulit domba dari Garut yang diberikan Bi Atika di hari ulang tahunku tahun lalu. Sepasang sepatu Nike Air Force 1 Premium yang aku beli di Singapore. Dan, celana jins Gucci Blind for Love, satu-satunya celana jins yang pas di pahaku, memeluk pantatku seperti kemasan plastik tanpa udara.

Aku dan celana jins-ku. 

Kami menjalani hari-hari yang indah bersama. Kencan pertamaku dengan kakak kelas dua tahun di atas, mendengar berita kematian pengasuhku dari kecil, mondar-mandir penuh kemenangan di antara gedung pencakar langit setelah berhenti dari pekerjaan pertamaku.

Wajar saja aku tidak bisa membiarkan orang lain memasukkan kaki ke dalamnya.

Selama akhir pekan, aku membuat kekacauan di Preloved Shop. Label harga 19 juta? Itu aku. Membenamkannya di bagian bawah keranjang mainan anak? Ide jenius (sampai kemudian celanaku ditemukan). Alarm kebakaran berbunyi tepat saat si pemanjat tebing itu berani menodai jins-ku dengan jari-jarinya yang penuh kapur? Aku. Aku. Aku.

Ya Tuhan! ternyata menjadi hantu Preloved Shop sangat menyenangkan.

Dan kemudian, Paramitha masuk dan menghancurkan segalanya. Bahunya merosot di dalam kemeja kotak-kotak yang longgar. Dia menyandang ransel (meskipun seharusnya dalam Preloves Shop tidak dianjurkan membawa ransel) dengan pin "SELAMATKAN ORANGUTAN" disematkan di tutupnya.

Aku melihat dia dari ujung rambut sampai jempol kaki.

Paramitha benar-benar butuh bantuan Make Up Artist.

Paramitha sedang mengalami hari yang buruk. Paramitha adalah ... Persetan. Tidak. Paramitha saat ini sedang memegang celana jins-ku.

Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi.

Dia berjalan terburu-buru ke kamar ganti. Tepat saat dia menurunkan rok korduroinya yang ketinggalan zaman, aku menggeser slot kunci dan pintu terbuka. Seluruh pengunjung Preloved Shop dapat melihatnya dalam celana dalam nenek-nenek hijau daun. Dia tersentak seperti tikus dalam perangkap dan membanting pintu hingga tertutup.

Aku memang keterlaluan. Aku tidak bangga dengan perbuatanku.

Aku mengamuk. Semua lampu di Preloved Shop mulai berkedip sesuai jentik jariku. Aku membuat angin puting beliung yang menerbangkan segalanya. Ban sepeda Schwalbe terlontar menyeberang ruangan. Bola kristal salju pemandangan desa di Swiss menabrak lampu neon. Lego bertema Star Wars berserakan di lantai seperti mimpi buruk Luke Skywalker.

Oh, Paramitha. Sebaiknya kamu percaya bahwa kamu sedang tidak bermimpi.

Paramitha berlindung di balik lukisan abstrak raksasa semangkuk buah-buahan, masih mencengkeram celana jinsku dengan jari-jarinya. Dia adalah Karna bagi Gatotkaca-ku.

Dan saat itulah dia menemukan awan tempat persembunyianku. Di tengah kekacauan mengerikan yang kubuat, ransel Paramitha jatuh dan isinya tumpah berceceran di lantai.

Sebuah buku teks matematika kalkulus untuk universitas. Dompet penuh selotip dengan gambar Einstein di satu sisi dan One Piece di sisi lain. Dan ... foto Paramitha sedang tertawa bersama mendiang ibunya saat resital piano tujuh tahun lalu.

Air matanya Paramitha bercucuran membasahi lantai linoleum.

Aku mengenal tatapan itu. Kengerian ketika barang-barangmu menyebar bersama angin. Hasrat dan tekad bulat untuk menjaga kenanganmu yang paling berharga.

Aku membeku dalam waktu. Lampu kembali menyala menerangi kacau balau di sekeliling ruangan. Puting beliung mereda. Akhirnya, suara Phil Collins melantunkan Against All Odd kembali terdengar melalui pengeras suara dan orang-orang keluar.

Dan Paramitha kita yang tersayang, dengan lengan menyilang di dada dan pandangan tertuju ke lantai, menuju pintu.

Tanpa pikir panjang, aku melakukan satu trik terakhir. Diam-diam aku membuka ritsleting penutup ranselnya dan memasukkan celana jins Gucci Blind for Love, satu-satunya celana jins yang pas di pahaku dan memeluk pantatku seperti kemasan plastik tanpa udara.

Bandung, 2 Juni 2021

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun