Aku menitikkan air liur saat adik Chika berkeliling melayani semua orang. Dia mendatangiku, dan, mengingat nasihat Herkules, aku memintanya untuk berhenti setelah dua sendok nasi. Jumlah yang sama dengan yang dia berikan untuk jenderal dan aku tidak ingin makan lebih dari dia.
Dia mendekati Herkules dan rahangku hampir copot ketika dia memintanya untuk berhenti di sendok keenam. Bajingan!
Ketika dia berkeliling dengan porsi lainnya, aku meniru jenderal lagi dan mengambil sepotong sayap ayam, dan sambal beserta lalapan. Herkules mengambil tiga potong potong dada, telur balado, sambal goreng ati, kerupuk, dan sambal. Isi piringnya serupa gunung. Gunung yang kucintai. Rasanya aku ingin menangis.
Andaikan semua keluarga mempunyai acara makan malam semeriah ini, maka dunia akan menjadi tempat yang lebih baik.
Kami berbicara tentang sepak bola sambil makan, dan yang mengejutkan bahkan nyonya Jenderal dan anak gadisnya itu sangat interaktif. Jenderal penggemar Liverpool sedangkan istrinya fans berat Manchester. Dua abang Chika dan Chika penggemar United sementara sisanya adalah Gunners. Herkules, penggemar berat Chelsea mendebat semua orang, sementara aku-penggemar pasif Persib-diam-diam memakan makananku, tertawa ketika harus dan mengangguk ketika bisa.
Lalu dia menepuk pahaku. Herkules menepuk pahaku. Aku baru makan 4 sendok dan secuil daging sayap ayam ketika bajingan itu menepukku.
Aku ingin menangis. Nasi di piringku saja sudah sedikit dan bahkan belum seperempat pun ketika dia memberi tanda.
Makanannya belum sampai sekadar cukup di perut. Aku masih lapar, tetapi dia memiliki pengalaman dalam 'hal-hal ini' dan aku bertekad untuk tidak mempermalukan diri sendiri.
Aku mengunyah sisa daging ayam dan meletakkan sendok garpu.
Chika menatapku dan berkata, "Kamu baik-baik saja?" Pacarku tahu aku punya nafsu makan yang sangat normal.
Aku tersenyum dan berkata, "Aku baik-baik saja."