Pocong itu sangat terkesan. Bisa ditebak, di jalan utama, terpampang mural Che Guevara di dinding wc umum antara pohon kelapa dan matahari terbenam. Dia tetap menyukai lukisan itu meski sebenarnya klise.
Selanjutnya, dia melihat mural karya seniman grafiti yang namanya tidak dapat dimengerti, tampak seperti "O3L" atau "BE7". Hurufnya merah-oranye bergerigi liar dan cadas. Di sisi tulisan itu ada tengkorak wanita dengan kacamata hitam. Di sebelah kanan ada kata "PEACE" yang ditulis dengan huruf biru metalik. Itu adalah potongan yang paling disukai favorit Pocong.
Setelah menghabiskan cumi bakar, kerapu asam manis, dan kelapa muda, Pocong mengeluarkan sebatang rokok kretek filter rendah nikotin dari sela-sela kain kafan dan melompat lebih dekat ke bibir pantai. Dia suka melihat ombak yang terhempas di pantai saat dia merokok.
Ia ingat saat SMA, sering kemping di pantai bersama teman-temannya. Semua temannya melanjutkan hidup mereka dan yang sudah tiada memiliki tanggung jawab sebagai pocong dewasa. Sebagian besar memiliki keluarga. Ada yang jadi koki. Ada yang jadi akuntan atau notaris. Beberapa guru seperti dia. Beberapa adalah monster bisnis. Segelintir menghilang dan tidak ingin ditemukan.
Akhirnya, Pocong membuang puntung rokoknya ke tengah ombak dan melompat ke mobilnya. Sesampainya di rumah, dia menulis lagu tentang harinya di pantai. Judulnya "Pocong di Pantai".
Bandung, 28 April 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI