Pikiran yang disampaikan dengan bahasa disebut penuturan. Penuturan lebih luas dari kalimat. Mungkin hanya terdiri dari satu kalimat, tapi mungkin pula beberapa kalimat. Penuturan selalu berbentuk kalimat, tetapi penuturan tidak sama dengan kalimat.
Meski pikiran dapat juga disampaikan dengan isyarat-isyarat seperti: angguk, geleng, kedip, kerling, belalak, kacak pinggang, dan lain-lain; tetapi semua itu jauh dari sempurna jika dibandingkan dengan bahasa.
Guna penuturan
Penuturan diharapkan untuk menyampaikan isi pikiran penutur kepada pendengar atau pembaca dengan sebaik-baiknya. Harapan itu dapat dikatakan tercapai manakala pendengar atau pembaca mendapatkan sesuatu sebagaimana maksud penuturnya.
Sebagai saluran penyampai pikiran, berhasil atau tidaknya suatu penuturan bergantung pada sangkil tidaknya penuturan. Namun, betapapun sangkilnya, penuturan akan gagal jika penerima tidak menaruh perhatian dalam kontak antara penutur dan penerima. Â Agar penuturan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka dampaknya harus diperkuat sehingga sanggup menarik perhatian penerima, dalam hal ini pendengar atau pembaca.
Penuturan dikatakan sangkil jika mendatangkan hasil sebesar-besarnya, dan disebut mangkus jika berdampak kuat pada penerima. Penuturan yang sedemikan yang diharapkan setiap pemakai bahasa, terutama penulis dan pengarang.
Pikiran atau gagasan yang indah, pengetahuan dan opini yang berharga, perasaan seni yang halus, takkan berguna jika tidak mampu ditunagkan ke dalam penuturan yang sebaik-baiknya.
Apapun bentuk dan ragamnya, ada 3 (tiga) tujuan penuturan:
1. Menyampaikan sesuatu kepada orang lain agar dimengerti.
2. Menyampaikan perasaan untuk menggerakkan hati orang lain.
3. Gabungan dari kedua tujuan di atas, yaitu memberitahukan dan mengerjakan.
Penuturan umum dan khusus
Ada berbagai-bagai ragam penuturan. Ada yang mudah dipahami, ada yang agak membingungkan, dan ada juga yang sukar dipahami jika tidak dibantu dengan intonasi.
Bentuk penuturan yang mudah dipahami karena menggunakan pola bentuk yang biasa, yang telah umum berlaku dalam masyarakat. Penuturan yang menggunakan pola yang sudah diketahui orang banyak disebut sebagai penuturan umum. Pada umumnya, penuturan umum mudah dipahami meski tanpa bantuan intonasi.
Penuturan yang agak sukar dimengerti atau membingungkan disebabkan pola yang digunakan agak menyalahi adat kebiasaan. Pada umumnya, penuturan yang demikian kurang jelas jika tidak dibantu dengan intonasi. Penuturan yang kurang lazim ini kita sebut penuturan khusus.
Contoh:Â
Umum: Dia pergi ke toko membeli buku.
Khusus:Dia pergi membeli buku ke toko --- Pergi membeli buku ke toko dia ---Pergi ke toko dia membeli buku --- Membeli buku dia pergi ke toko.
Termasuk penuturan khusus adalah penuturan istimewa, yaitu penuturan yang merupakan sifat dan kebiasaan perorangan. Selain penggunaan pola yang tidak umum; kata-kata, ungkapan, bentukan kata sengaja diciptakan oleh penuturnya untuk menguatkan dampak pada penerima. Penyair, pengarang, dan orator kerap mempraktikkan penuturan istimewa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H