Ketika masih kanak-kanak, aku terbiasa disalahkan atas ulah adikku. Sekarang dia menjadi pegawai negeri. Aku berharap dia tidak menyalahgunakan jabatannya dan kemudian menimpakan kesalahannya itu pada orang lain.
Kemarin aku bertanya kepada tetanggaku Kristin, "Apakah jenggot membuatku tampak lebih tua?"
Janda muda tanpa anak itu mengontrak di rumah sebelah sejak tahun lalu. Umurnya dua puluh tiga. Aku pantas menjadi ayahnya.
Sambil mengedikkan bahu, dia menjawab setengah hati.
"Tampangmu membuat kamu tampak tua."
Aku masih belum paham maksudnya.
Biasanya dia rajin mengirim makanan untukku. Kolak tanpa rasa, cireng sekenyal ban dalam traktor, atau rengginang sekeras batu gunung.
Dia mengantarkan makanan ke rumahku sejak hari pertama pindah ke rumah sebelah. Kebiasaan orang yang baru pindah untuk berkenalan dengan tetangga barunya. Seminggu kemudian, dia mulai masuk hingga ruang tamu dan duduk di kursi Nisa dan mulai merajut. Kunjungan semakin panjang, jadi aku berbagi makanan dengannya. Makanan yang dibawa olehnya. Dia menikmatinya lebih daripada aku. Sisa-sisanya masih tersimpan di kulkas dan kaleng biskuit.
Aku pindah ke kursi Nisa.
"Mengapa kamu meninggalkan aku, Nis?"
Nisa pasti masuk surga. Nisa selalu tersenyum meski sakit parah. Tidak ada makhluk hidup di alam semesta ini yang bisa mengalahkannya.