Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Keputusan untuk Minggat

12 Juni 2020   20:26 Diperbarui: 12 Juni 2020   22:17 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tumpukan sampah terbakar di pekarangan belakang.

Saya membakarnya karena mengandung informasi --- informasi pribadi --- yang tidak lagi aman untuk disimpan di rumah. Seseorang telah membacanya.

Saya menyimpan informasi itu ---catatan antara cinta pertama saya dan saya --- dalam kotak logam kecil berkunci, dan seseorang merusaknya. Seseorang yang menerobos masuk ke kamar saya.

Seberapa banyak yang telah mereka lihat saya tidak tahu. Setiap kertas catatan dilipat kembali seperti semula, tetapi siapapun juga pasti akan melipat kembali setelah membacanya.

Maka saya mencampakkan semuanya ke tempat sampah dan menyalakan korek api, mengubahnya menjadi kobaran api.

Mengapa saya membakar semuanya?

Karena catatan antara saya dan cinta pertama saya bersifat personal. Saya berbagi informasi yang sangat pribadi dengannya. Kami punya sandi rahasia, tetapi kamu tidak mungkin tidak bisa menguraikannya.

Saya pikir kamar saya adalah ranah pribadi, terutama laci dan kotak logam yang terkunci, tetapi ternyata tidak. Itu sebabnya saya akan pergi ketika usia saya 17 tahun tengah malam nanti. Ya, kamu bisa pergi ketika berusia 17 tahun dengan syarat-syarat tertentu.

Dalam urutan tersangka yang membuat saya pergi dari rumah adalah: Ibu, Ayah, Iyan dan Iman. Keduanya adik-adik saya.

Ibu merupakan seorang ratu yang otoriter, posesif, bipolar penguasa rumah dan seisinya. Setiap saya ingin pergi ke luar, ada saja perintah Ibu yang menghalangi saya untuk itu, termasuk jika saya akan apel malam minggu ke rumah cinta pertama saya.

Meskipun Ayah tidak pernah masuk ke kamar saya, tapi saya pikir Ayah akan melakukannya jika disuruh Ibu. Ayah akan melakukan apa pun untuk menyenangkan hati ibu, termasuk membongkar kotak logam kecil yang terkunci milik saya.

Iyan, si bungsu sialan kesayangan Ibu. Untuk menyelamatkan pantatnya dari dosa-dosanya, Iyan akan berbohong, termasuk memfitnah saya dan Iman (terutama saya). Mungkin Ibu merasa berdosa karena Iyan anak yang tak merasakan disusui olehnya, sehingga tak berprestasi di sekolah. Apapun keinginan Iyan dituruti oleh mereka. 

Intinya, dia pasti tersangka setelah Ibu dan Ayah, terutama jika dikaitkan dengan teman-teman ceweknya yang centil yang suka menggoda saya.

Iman, menjadi tersangka karena dia merupakan sesama penghuni rumah.

Pokoknya, Saya tidak akan kembali ke rumah, apapun yang terjadi. Saya tak akan menginjakkan kaki ke sekolah menengah tempat saya dan cinta pertama saya bersekolah.

Sekolah menengah adalah --- saya tidak akan berbohong, bukan sifat saya --- tempat di mana kamu bisa jajan ke kantin dan bertemu orang baru seperti cinta pertama saya. Cinta pertama saya mempunyai ibu yang sama gilanya dengan ibu saya. Ampun Tuhan.

Kembali ke daftar tersangka.

Mungkin saja tersangka 1 (Ibu) dan tersangka 3 (Iyan) bersekongkol dalam konspirasi jahat. Saya patut curiga, karena dua hari yang lalu Iyan dibelikan sepatu baru yang mahal. Padahal ulang tahunnya masih tiga bulan lagi.

Jika saya mengetahui bahwa dia pelakunya, saya punya tiga pilihan untuk balas dendam:

  • Memberitahu Ibu bahwa dia dua kali minum bir di rumah Abeng sambil merokok.
  • Menjual sepatu barunya dan uangnya akan saya gunakan untuk biaya hidup selama dalam pelarian.
  • Mengatakan pada Dina (cewek yang ditaksir Iyan) bahwa adik bungsu saya itu playboy cak kapak.

Dalam semua skenario, Ibu pasti terlibat. Ibu mencurigai semua kegiatan saya. Saya tidak bermaksud bahwa saya curiga ibu yang melakukan pembongkaran laci dan kotak logam berkunci saya. Yang saya maksudkan bahwa ibu curiga terhadap saya. Dia ingin membaca pikiran saya. Pokoknya saya cukup yakin bahwa dia pikir saya mampu 'berbuat nakal'. Namun, apakah ibu akan begitu berani untuk masuk ke wilayah pribadi saya, saya tidak yakin.

Dia pernah meminta saya untuk membantu memata-matai Iman dan Iyan. Iman adalah manusia paling apatis yang pernah lahir di muka bumi. Saya pikir itu hanya karena dia semacam pecundang yang bodoh. Tapi Ibu menyarankan agar saya 'bicaralah dengan adik-adikmu', dan saya menjawab dengan erangan. Saya kira saya tidak berbakat menjadi mata-mata.

Kembali ke daftar tersangka.

Tersangka 1: seperti yang saya katakan, saya yakin Ibu terlibat, jadi ini hanya menentukan seberapa rendah vs. seberapa tinggi dan seberapa yakin saya akan pergi

Tersangka 3: konfrontasi mungkin bisa menyebabkan perang saudara bahkan pertumpahan darah. Urutan hukuman dari efek yang ditimbulkan:

  • Sepatu baru Iyan saya jual.
  • Mengatakan pada Dina bahwa Iyan adalah playboy cap kapak merah.
  • Memberitahu ibu bahwa Iyan pernah minum bir. Dan merokok.

Atau saya bisa menyuruhnya memilih hukuman yang ingin diterimanya.

Ada satu ancaman nyata yang terlupa: Bagaimana jika api tidak terkendali?

Dari jendela, saya melihat angin menerbangkan serpihan-serpihan kertas yang menyala, tinggi melayang berputar-putar bahkan sampai ke pekarangan tetangga. Bisa saja jatuh ke jemuran yang sudah kering atau ke dahan dan ranting pohon jatuh.

Bagaimana jika api merobohkan rumah sebelah atau seluruh bangunan di jalan kami, lalu Ayah memanggil dan kami semua berlari ke ruang tamu dan melihat keluar jendela dan saya melihat Iyan dan dia melihat ke arah saya sambil mengacungkan buku rapor dan berteriak, 'Ranking dua!'?

Apakah itu akan membuat semuanya menjadi lebih baik?

Atau ... haruskah saya membawa ember berisi air?

Bandung, 11 Juni 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun