Decit suara roda menggesek aspal membuat orang-orang terkejut dan menoleh. Dia nyaris tertabrak mobil jika saja supir terlambat membanting stir ke kanan. Ternyata supir bukan hanya pintar mengendarai mobil, namun juga memiliki kosakata tak senonoh lengkap yang dilontarkannya ke Mahfud dengan suara membahana dalam satu tarikan napas:
"... Goblok! Haram jadah! Mampus aja lu, monyet!"
Dan mobil itu segera menghilang.
Mahfud menelan penghinaan yang melipatgandakan frustrasinya hari itu yang ditanak matang oleh panasnya matahari. Segera saja wajahnya berubah sadis dan dia menggeram bagai iblis.
Dia membuka mulutnya untuk melemparkan kemarahannya pada gadis yang menatapnya dengan mata berair. Mata gadis itu menunjukkan sesuatu yang tidak bisa dia pahami. Apakah itu ucapan terima kasih? Permintaan maaf? Atau keduanya?Â
Mahfud mengabaikannya karena dia tidak punya waktu untuk itu. Kata-kata mutiara ulangan dari pengemudi mobil barusan sudah berada di ujung lidahnya ketika gadis itu maju melangkah. Langkahnya yang tertatih-tatih terburu-buru, wajahnya meringis menahan sakit. Kakinya yang cacat terlihat saat dia melintas membuka jalur di depan Mahfud. Kemarahan di wajah Mahfud menghilang bagai air cucian di mesin pengering. Seseorang memungut kruk yang terjatuh di aspal dan memberikan pada gadis itu.
Mahfud menatap kakinya sendiri. Dia menatap sepeda motornya.
Ada banyak hal yang harus disyukuri, pikirnya dalam hati.
Dia mengangkat mukanya untuk melihat gadis itu yang tersenyum padanya.
"Silakan," kata Mahfud, mengangguk lembut.
Hanya tiga puluh detik, namun waktu terasa diam untuknya. Mahfud ingat dia menendang starter motornya untuk melanjutkan perjalanan. Ketika dia memutar gasnya, dia menyadari, dari arah berlawanan melaju sebuah mobil dengan kecepatan pesawat terbang hendak lepas landas.