Arsipnya penuh berisi  cerita-cerita yang belum selesai, kerangka-kerangka  novel yang sakit-sakitan dan cerita yang dimaksudkan sebagai karya sastra dengan bumbu erotis. Syukurlah, sebagai seorang penulis, Ikhwanul tidak menggunakan kata-kata kasar dan banal, meski kritiknya kepada pemerintah di media sosial lebih pedas dari sekadar sarkasme.
 Penciptaku, Ikhwanul Halim, memiliki jiwa yang sensitif. Dia sungguh romantis. Aku tahu, selain puisi-puisi, dia telah menerbitkan sebuah antologi cerpen romansa. Aku curiga dia dulu suka merayu gadis-gadis dengan puisi.
Aku tahu bahwa aku akan berumur panjang di platform ini. Bercampur dengan cerita-cerita lain, sambil menunggu Ikhwanul Halim (jika dia masih hidup) yang sangat mencintaiku dengan pikirannya yang polos, menulis kisah-kisah ajaib.
Di sinilah aku tinggal sekarang.
Aku tidak sendiri. Tempat ini ramai, penuh dengan cerita yang dicurahkan para penulis dari seluruh penjuru Nusantara bahkan manca negara. Â Aku sering bergaul dengan kisah-kisah bermartabat yang tenang, menunggu nasib kami, apa pun itu.
Aku tidak tahu, apakah setelah kamu masih akan ada yang membacaku. Aku tidak tahu apakah aku akan melihat tulisan Ikhwanul Halim yang lain lagi.
Aku hanya berharap akan lebih banyak lagi cerita menemukan jalan ke sini. Dan jika kamu adalah pembaca terakhirku, aku titip salam untuk Ikhwanul Halim dan bantu doakan semua yang dia impikan -- ketenaran dan kekayaan -- segera tercapai.
 TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H