Salah satu ciri-ciri manusia dunia gelombang ketiga menurut Alvin Toffler dalam bukunya Third Wave adalah: manusia gelombang ketiga bergabung dengan lebih dari satu komunitas yang berbeda.
Yang dimaksud dengan ‘berbeda’ di sini bukan seperti Jalil warga RT 5 RW 3 Desa Cinta yang menjadi anggota Rukun Tani, pengurus KUD dan juga takmir masjid Nurul Habibie Kelurahan Cinta di mana anggotanya itu-itu saja.
Contoh yang lebih tepat adalah si Tagar SH, MH yang seorang pengacara kondang. Selain terdaftar sebagai anggota ILC, ia juga menjadi caleg Partai Bersatu Perjuangan Baru Sejahtera. Ia merupakan pengurus Penggemar Motor Listrik Cilik yang anggotanya ada dokter, bankir, montir, remaja yang baru tamat SMA, dan lain-lain. Ia juga aktif di Klub Pemilik Kuda Jingkrak Rakitan Impor, dan karena itu kenal dekat dengan penyanyi dangdut Hindun Goyang 8,7 SR, yang bergabung menjadi anggota berkat Kuda Jingkrak oranye pemberian seorang pialang proyek Senayan.
Irisan diagram Venn himpunan anggota komunitas-komunitas tersebut sedikit, bahkan mungkin ada yang tak bersinggungan sama sekali. Bahkan seseorang dapat menjadi anggota komunitas yang ‘berseberangan’ secara ‘ideologi, visi dan misi’ tanpa harus merasa risih sama sekali. Misalnya, menjadi anggota komunitas penggemar komik DC dan Marvel, Star Trek dan Star Wars, atau Es Teh Manis dan Kopi Kental Panas.
Komunitas ada yang bersifat terbuka, selama satu selera silakan bergabung selamanya. Biasanya ini komunitas penggemar. Ada yang setengah terbuka dengan batasan tertentu. Ikatan alumni, ikatan perantau asal daerah, misalnya. Ada yang tertutup hanya menerima anggota berdasarkan rekomendasi, umumnya asosiasi profesi. Ada juga komunitas rahasia. Namanya juga rahasia, bisa kelompok anak alay atau segelintir pemain catur yang memperbidak penjabat-pejabat negara.
Berdasarkan demografi, komunitas bisa bersifat lokal, nasional, regional, global atau campuran. Paguyuban Warga Sunda di Bandung bersifat lokal-lokal. Persatuan Pedagang Arloji asal Pariaman se Indonesia, lokal-nasional. Ikatan Penggemar Pecel Lele Indonesia cabang Jawa Barat sifatnya nasional-lokal, Keluarga Mahasiswa Indonesia se ASEAN: lokal-nasional-regional, dan seterusnya.
Seseorang bisa mempunyai ‘jenjang karir’ dalam berkomunitas. Misalnya Si Asep saat kuliah S-1 anggota Naungan Warga Sunda Surabaya. Ketika menjadi pegawai negeri di Samarinda ia bergabung dengan Paguyuban Warga Sunda Kalimantan Timur. Mengambil S-2 di Leiden, jadi pengurus Paguyuban Warga Sunda Netherland. Kembali ke Indonesia dan ditarik oleh menteri menjadi dirjen, menjadi Penasehat Paguyuban Warga Sunda se Indonesia.
Penulis sendiri sebelum mengenal Alvin Toffler, tanpa sadar sudah tergolong sebagai manusia gelombang ketiga. Tanpa perlu menyebutkan berapa banyak komunitas yang menampung Penulis, komunitas level nasional pertama dan paling tua yang penulis ikuti adalah Indo Star Trek yang merupakan perkumpulan penggemar waralaba fiksi ilmiah ciptaan Gene Rodenberry. Penulis bergabung sejak sistem komunikasi yang digunakan masih berupa milis, belum ada facebook. Apalagi twitter, WA, dan lain sebagainya. Sampai detik ini Penulis masih merupakan anggota (meski jarang aktif) dengan ‘pangkat’ (rank) admiral.
Bergabung dengan beberapa komunitas penulis dan penikmat sastra belum sampai setahun. Ada yang hanya menjadi ‘anggota tidur’, ada yang partisipasi ‘kadang-kadang’, dan satu aktif sebagai admin cabutan.
Apa keuntungan bergabung dengan komunitas?
Banyak! Di antaranya menambah pergaulan dan silaturahim, memperluas jaringan, bertukar informasi, meningkatkan profesionalitas, dan lain-lain. Tapi jangan tujuannya hanya untuk berkenalan dengan Hindun Goyang 8,7 SR.
Jadi, jika tak ingin ditenggelamkan oleh Gelombang Ketiga, bergabunglah dengan komunitas. Kalau ternyata komunitas yang ingin Anda masuki belum ada, ajak beberapa teman minimal 3 orang, untuk mendirikannya. Setelah berdiri promosikan komunitas kalian, rekrut orang-orang yang mungkin tertarik untuk bergabung.
Kalau ternyata komunitas Anda tak berhasil merekrut orang, selama anggotanya lebih dari satu orang tetap layak disebut komunitas. Jika Anda hanya sendirian mungkin kita bisa memperkenalkan istilah komunitas solo, atau one-member-community. Mirip-mirip one-man-army, gitu.
Yang penting jangan sampai mendapat stigma tidak kekinian.
Bandung, 24 Juli 2016
Catatan:
Nama-nama komunitas yang disebut mungkin benar-benar ada atau dari mimpi Penulis. Namun jika benar nyata, tak ada secuilpun niat Penulis untuk menjelek-jelekkan komunitas tersebut atau anggota-anggotanya.
Jika pembaca ingin agar Penulis membahas tentang Alvin Toffler, silakan vote selain ‘MENARIK’. (ha ha). Minimal 20 (dua puluh) vote, maka penulis akan meluangkan waktu untuk itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H