Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

2016: Lupus, Bangun!

17 Februari 2016   18:05 Diperbarui: 1 April 2017   08:48 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Bangun lagi dong, Lupus http://www.merdeka.com/artis/review-bangun-lagi-dong-lupus-lupus-bangun-lalu-tidur-lagi.html"][/caption]“Lupuuus! Banguuun!” teriak Lulu sambil menggedor pintu kamar Lupus seakan-akan pintu kayu dari papan multipleks itu adalah bongo. Tau kan, bongo? Permainan nenek-nenek waktu acara amal. Hi hi hi.

Lupus terbangun kaget dan nyaris terjatuh dari kasurnya yang tergeletak di lantai. Memang kasur springbed Lupus tidak pakai ranjang. Alasannya, kamarnya yang sempit akan terlihat lebih luas. Padahal alasan sebenarnya karena Lupus ogah merakit dipan knock-down yang masih tersimpan dalam kardus di gudang.

“Lupus masih tidooor!” balas Lupus tak kalah kencangnya. Namun ia segera bangkit dari kasurnya, karena teringat banyak hal yang harus dikerjakannya Minggu pagi ini. Bisnis kue kotak Mami semakin laris sejak dipasarkan di situs-situs toko online, dan Lupus kebagian mengantar pesanan ke tempat pelanggan. Hari ini ia harus mengantar ke tiga tempat yang lumayan berjauhan.

Dengan mata masih mengantuk karena membantu Mami mengupas kulit kacang sampai tengah malam, Lupus masuk kamar mandi. Dua menit tiga puluh enam detik kemudian ia sudah berpakaian rapi. Rapi di sini maksudnya celana jins belel sobek di lutut, t-shirt putih, sepatu basket yang ada pendingin udaranya seperti bus patas AC, dan jaket seragam ojek berbasis aplikasi online, hi hi hi. Tak lupa jambul ala David Beckham-nya diberi minyak rambut supaya tetap mumbul, meski akhirnya nanti akan kempes juga terhimpit helm. Sebetulnya waktu pangkas rambut, Lupus minta dipotong model Iko Uwais, tapi tukang pangkas asal Garut langganan Lupus masih mengantuk gara-gara begadang nonton bola….hi hi hi.

Lupus memang sedang menabung untuk uang kuliahnya nanti. Sejak Papi meninggal tahun lalu, kehidupan keluarga mereka berubah. Mami berjualan kue, yang untungnya pelanggan mami menyukai kue buatan Mami. Apalagi Mami juga menawarkannya di media sosial, grup alumni, grup ibu-ibu PKK, dan grup penggemar kuliner. Lupus dan Lulu ikut memasarkan juga. Lupus bertugas mengantar pesanan kalau sedang luang, tentu saja dengan upah. Family is family, business is business…hi hi hi. Tapi Lupus rajin kok membantu Mami. Misalnya, tadi malam ia membantu Mami mengupas kacang. Tentu saja dari setiap 10 butir kacang yang dikupasnya, 3 masuk perut Lupus.

***

Setelah memasukkan kotak-kotak kue ke dalam box yang menempel di belakang motor matic-nya, Lupus memeriksa pesan-pesan pada gawai android murah miliknya. Gusur, sahabat karibnya dari SMP Merah Putih dulu, mengirim pesan:

“Dikau jangan sampai lupa meninggalkan jejak komentar pada puisi terbaru daku, wahai Lupus!”

Gusur yang bercita-cita menjadi presiden penyair MEA, punya blog berisi puisi-puisi karyanya. Lumayan banyak yang berkomentar, sampai tujuh orang, hi hi hi. Itu sudah termasuk yang mengiklankan tautan obat penumbuh kumis. Pernah sampai delapan komentar, tapi yang satu komentarnya: “Berhentilah menyiksa kami.”

Ada yang memesan ojek tak jauh dari rumah Lupus. Tujuannya searah dengan tempat salah satu pelanggan kue yang ditujunya. Nama pemesan: Poppy.

“Cewek, nih!” pikir Lupus girang. Segera disambarnya order tersebut. Memang nama “Poppy” bukan jaminan bahwa calon penumpangnya itu masih gadis remaja. Bisa saja ibu-ibu. Pernah Lupus menerima order dengan nama pemesan Cathryn, ternyata nenek-nenek umur tujuh puluh dua tahun dengan bobot seratus dua puluh kilo….hi hi hi.

Tak berapa lama, motor matic Lupus melaju menjemput Poppy.

***

“Ada yang bernama ibu Poppy, yang tadi pesan ojek?” tanya Lupus kepada segerombolan ibu-ibu yang kelihatannya baru pulang berenang di kolam renang umum tak jauh dari rumah Lupus. Lupus menebak ibu-ibu yang rata-rata seusia Mami itu habis berenang karena ada yang masih memakai swimsuit one-piece yang masih basah, meski pinggang ke bawah tertutup sarung…hi hi hi.

“Lupus ojek, ya?” terdengar sebuah suara memanggil dari bawah pohon angsana yang terdapat di parkiran kolam renang.

“Poppy?” balik Lupus bertanya.

 Seorang gadis manis, sungguh manis, manis sekali! Dengan gerak lambat si gadis manis mendekat. Raisa aja kalah manis di mata Lupus.

Lupus menyerahkan helm untuk dipakai Poppy. Tak lupa menyodorkan sabuk pengaman:

“Untuk jaga-jaga,” katanya.

“Mana ada pengendara motor pakai sabuk pengaman?” tanya Poppy sambil tertawa garing.

“Titip, ya,” sambung Poppy sambil menyerahkan bungkusan plastik berisi baju renang basah.  Bungkusan plastik itu digantung Lupus di pengait yang terdapat di bagian depan bawah jok motor matic-nya. Poppypun nangkring di jok belakang, tangannya memegang pinggiran jok.

***

Udara pagi itu sejuk. Langit agak mendung dan angin bertiup sepoi-sepoi mengiringi perjalanan Lupus dan Poppy. Lupus mengendarai motor matic-nya santai, padahal jalanan tak terlalu ramai. Maklum masih terlalu pagi dan hari Minggu pula.

“Sekolah di mana, Pop?” tanya Lupus untuk mengusir kantuk yang menggayut di matanya.

“SMA Merah Putih,” jawab Poppy.

“Lho, aku juga di SMA Merah Putih! Kelas berapa?” tanya Lupus lagi. Heran juga, makhluk semanis ini bisa luput dari perhatiannya!

“Besok baru resmi jadi murid SMA Merah Putih. Aku baru pindah ke Jakarta,” Poppy menjelaskan.

“Ooooh,” bibir Lupus membentuk bulatan monyong seperti hendak selfie gaya bebek.

 Saat bibirnya monyong itu, ternyata mereka sudah sampai di tujuan. Motor matic Lupuspun berhenti di depan pintu pagar rumah Poppy.

“Boleh kapan-kapan aku main ke rumahmu?” Lupus memohon penuh harap.

“Boleh,” Poppy menjawab sambil tersenyum manis. Tak lupa ia menyodorkan selembar uang ke Lupus.

“Sekali ini gratis,” Lupus balas tersenyum super garing.

“Makasih, ya. Sampai ketemu besok di sekolah,” Poppy membuka pintu pagar dan menghilang ke dalam rumah.

Lupuspun melaju ke tempat pelanggan kue kering Mami untuk mengantar pesanan.

***

Siang hari barulah Lupus pulang ke rumah. Saat ia memarkirkan motor ke dalam garasi, matanya menangkap bungkusan plastik yang  tergantung di kaitan bawah jok. Baju renang Poppy ketinggalan!

 

Catatan:

Cerpen ini dibuat untuk sekadar meramaikan “Nulis Lupus Bareng” dalam rangka memperingati 30 Tahun Lupus.

Resiko menulis untuk suatu event dan mempublish-nya secara terbuka sebelum deadline (sesudah mengirimnya terlebih dahulu ke panitia, tentu saja), mungkin akan ada yang menjiplak idenya. Tak masalah. Siapa tahu malah dikembangkan jadi lebih bagus.

 

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun