Menjadikan noken sebagai gagasan ekonomi kreatif tematik
Menyitir dari salah satu berita lokal, terkait kurangnya perhatian pemerintah dalam pengembangan noken, disampaikan secara langsung oleh Titus Pekei, penggagas noken sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO. Penulis berpendapat bahwa, masih ada gap dalam merumuskan program jangka pendek dan jangka panjang terkait pengembangan noken. Penulis mencoba memberikan sebuah gagasan program jangka pendek dalam rangka merespons era disrupsi yang saat ini sedang berlangsung, yakni melalui kolaborasi.
Saat ini kita sudah cukup akrab dengan kata "kolaborasi" yang bergema dimana-mana. Kolaborasi adalah kata kunci bagaimana menjadikan noken sebagai sebuah ekosistem besar yang bisa menghubungkan setiap orang dengan talenta-talenta potensial. Kolaborasi lebih dari menghubungkan talenta-talenta yang berbeda tetapi bagaimana menghidupkan empati akan cita-cita besar, yakni mensejahterakan setiap orang.
Musisi dan animator, katakanlah, bisa bekerjasama dalam membuat sebuah cerita animasi tentang noken. Original Sound Track dan pengisi suara animasinya akan menjadi paket tak terpisahkan dari implementasi ide tentang noken. Â Pihak official merchandising bisa menangkap peluang tersebut dengan mendesain produk-produk terkait noken. Namun perlu dipahami, bagaimana persentase margin penjualan juga akan mendukung keberlanjutan pengembangan noken di masa datang.
Tidak kalah menariknya, event-event menyambut peringatan noken setiap tahunnya, memang sudah disiapkan, minimal satu tahun sebelumnya. Konser musik, dan event kreatif lainnya guna mendukung hidupnya venue-venue yang bisa difungsikan pasca PON XX, misalnya, mungkin bisa dilirik. Hands on experience dapat digagas, guna menghayati bagaimana proses memilih/memilah bahan baku alami, pemisahan serat, merajut/menganyam, hingga melakukan dyeing untuk mendapatkan warna yang di inginkan.
Sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Pak Titus Pekei, semestinya noken menjadi sebuah gagasan dan cita-cita untuk mensejahterakan pengrajin dan secara umum masyarakat dimana bahan bakunya berada. Rencana tindak lanjut seharusnya lebih banyak digagas, disepakati dan diimplementasikan guna mendukung noken sebagai sebuah ekosistem kreatif tematik.
Memajang noken di etalase dunia
Dalam perjalanan ke Washington, DC, Â medio 2018, saya menyempatkan singgah di National Geographic Museum, tepatnya di toko bukunya. Imajinasi saya menerawang jauh, bahwa satu masa noken dari para pengrajin lokal, Mama-mama Papua, bersanding dengan tas dan piring anyam tradisional buatan mama-mama dari Rwanda, yang saat itu terpajang apik di gantungan toko buku National Geographic Museum. Bisakah itu terwujud? Mengapa tidak. Selama memenuhi syarat-syarat yang mampu dipenuhi oleh pihak pengelola book store. Sepanjang yang saya pahami, syarat yang diajukan tentu cukup ketat, mulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari pengambilan bahan baku hingga noken dipajang di rak toko buku National Geographic Museum, yang lebih menitikberatkan kepada prinsip-prinsip yang sinergis dengan SDGs.Â