Mohon tunggu...
Yayan Sopian
Yayan Sopian Mohon Tunggu... Guru - Guru yang belum bisa digugu dan ditiru

..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Noken, Selain Belajar Budayanya, Ada Muatan Sains Lho, di Dalamnya!

7 Desember 2021   15:37 Diperbarui: 8 Desember 2021   09:09 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titus Pekei (kiri) penggagas noken sebagai Warisan Budaya tak Benda untuk UNESCO, bersama siswi SMA PGRI Jayapura (Sumber : Yayan Sopian)

Sebuah gagasan bagi Millennial Papua, dalam rangka memperingati Hari Noken Sedunia ke -9 

Tiga hari lalu di Papua, 4 Desember, setiap orang  di Papua merayakan sebuah hari istimewa, bahkan tanggalnya tidak hanya menjadi tanggal istimewa di Papua, tetapi juga di seluruh dunia. Sebuah momentum yang menjadi kebanggaan jadi diri orang Papua di dunia, yakni Hari Noken Sedunia. Tahun lalu, 4 Desember, Google bahkan membuat doodle tematik untuk memperingati Hari Noken Sedunia

Penetapan hari tersebut tidak terlepas dari perjuangan diplomasi baik komunal maupun personal, oleh banyak pihak yang selama ini berkecimpung dalam upaya mengajukan noken sebagai salah satu warisan budaya dunia kategori tak benda atau "World Heritage Culture Intangible Category" ke UNESCO pada tahun 2012. Sebuah ketukan palu (yang diketuk oleh pimpinan sidang, Arley Grill) dengan kekuatan sekian Newton (kg.m/s2) menghasilkan sebuah momentum yang memicu gelombang bunyi dengan kecepatan sekian m/s2 dengan frekuensi sekian hertz (hz) di ruang sidang, sehingga menjadi ketetapan yang sahih saat itu.

Bisakah belajar sains dari noken?

Pengusulan Noken ke UNESCO, memang menempuh jalan yang berliku. Multi track diplomacy merupakan sebuah ungkapan yang dapat menggambarkan bagaimana semua pihak dan komponen bahu membahu demi menggolkan noken sebagai warisan budaya dunia tak benda. Penetapan noken sebagai warisan budaya dunia tak benda memang lebih dititik beratkan kepada perlindungan mendesak, sebagaimana amanat konvensi UNESCO Tahun 2003, tentang Warisan Budaya Dunia Tak Benda.

Bukan hanya mempelajari dari sisi mata budaya dan filosofinya semata, mempelajari noken  sebenarnya juga membedah nilai-nilai dan kandungan sains, di dalamnya. 

Biologi

"Bahan alam" pembuatan noken tidak terlepas dari kearifan lokal dari 250 an lebih suku - merujuk pada keragaman bahasanya - di Papua. Flora dan fauna yang dimanfaatkan bukan hanya sebagai simbolisasi dari setiap unsur bahan bakunya. Ilmu hayati bisa menggambarkan bagaimana keragaman hayati yang selalu dibawa dan dikenalkan kemanapun penyandang noken itu bepergian. Baik berupa bahan baku serat, pewarna alami, dan aksesoris yang ditambatkan. Adalah etnobiologi, cabang ilmu biologi/hayati yang akan selalu berkembang seiring bertambahnya hasil penelitian tentang bahan baku tersebut, yang digunakan oleh para pengrajin noken dari seluruh wilayah adat di Tanah Papua. Perihal ini, hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiriadinata (1995) dan Wanma, dkk. (2013) bisa menjadi salah satu rujukannya.

Keragaman noken merefleksi keragaman flora dan fauna (sumber : Yayan Sopian)
Keragaman noken merefleksi keragaman flora dan fauna (sumber : Yayan Sopian)

Fisika

Elastisitas noken tidak perlu diragukan lagi. Noken dapat memuat sebuah muatan atau akumulasi muatan yang volumenya tiga hingga empat kali ukuran asli noken tersebut. 

Pendekatan fisika dapat digunakan untuk menentukan/mengukur kelenturan noken. Jika di sebuah pabrik untuk menentukan ketahanan deformasi elastis dari kantong plastik, misalnya, akan ada dilakukan uji modulus elastisitas, apakah layak edar atau tidak, diterima/accepted atau ditolak/rejected. Maka hal tersebut tidak berlaku untuk noken. Setiap noken yang dibuat adalah khas, berdasarkan cipta, rasa dan karsa pembuatnya. Inilah kekhasannya. 

Namun sekali lagi noken dapat dapat menjadi sebuah pendekatan untuk media belajar fisika yang asyik dan menarik dalam konteks di Papua. Bagaimana modulus elastisitas dengan persamaan dan satuannya (N/m2)  menjadi jawaban bagaimana noken begitu elastis dalam kapasitas tertentu. Bagaimana perbedaan modulus elastisitas antara noken yang dirajut dengan yang dianyam, misalnya.

Dalam pengembangannya, noken bisa saja menjadi inspirasi dalam dunia engineering yang merupakan aplikasi dari fisika terapan. 

Rancang bangun yang terinspirasi jam tangan (Sumber gambar : IG/@felipedecastro.arq)
Rancang bangun yang terinspirasi jam tangan (Sumber gambar : IG/@felipedecastro.arq)

Kimia

Noken sarat dengan keragaman warna. Bahan pewarna alami, baik dari tumbuhan maupun material tanah, dan bebatuan yang telah dihancurkan, menarik untuk diteliti secara kimiawi. Bagaimana persenyawaan atau reaksi kimiawi dari serat noken dengan pewarna alami dapat ditinjau melalui persamaan kimiawi. Selain itu pula, mengapa persenyawaan (antara serat dan pewarna alami) tersebut dapat bertahan lama. Apa karakteristik dari senyawa-senyawa tersebut. Hal ini bisa menjadi kajian ilmu dasar kimia dan ilmu kimia terapan, ketika misalnya pabrik cat saat ini disyaratkan untuk mengembangkan bahan baku cat yang lebih ramah lingkungan dan tanah lama.

Insight tentang keunggulan noken dari kajian kimia tersebut, hendaknya dapat mendorong lahirnya ahli-ahli kimia di Papua yang terinspirasi dari kearifan lokalnya.

Beberapa tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pewarna alami noken (sumber : artikel Yayan Sopian)
Beberapa tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pewarna alami noken (sumber : artikel Yayan Sopian)

Geologi

Pemanfaatan material tanah dan bebatuan yang telah dilumatkan terkait dengan tempat dimana masyarakat memanfaatkan apa yang tersedia di alam. Perihal ini akan memunculkan pertanyaan, misalnya mengapa noken yang dibuat di Sentani, memiliki corak warna yang berbeda dibanding noken dari Lembah Baliem, dalam hal material pewarna non flora/tumbuhannya.  Sejarah alam, pembentukan bebatuan dan kekhasan sifat tanahnya menjadi pintu pembuka untuk menumbuhkan curiosity bagi anak-anak di Papua yang ingin belajar geologi tentunya.

Beberapa jenis tanah, yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami (sumber : poros-pengetahuan.blogspot.com)
Beberapa jenis tanah, yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami (sumber : poros-pengetahuan.blogspot.com)

Menjadikan noken sebagai gagasan ekonomi kreatif tematik

Menyitir dari salah satu berita lokal, terkait kurangnya perhatian pemerintah dalam pengembangan noken, disampaikan secara langsung oleh Titus Pekei, penggagas noken sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO. Penulis berpendapat bahwa, masih ada gap dalam merumuskan program jangka pendek dan jangka panjang terkait pengembangan noken. Penulis mencoba memberikan sebuah gagasan program jangka pendek dalam rangka merespons era disrupsi yang saat ini sedang berlangsung, yakni melalui kolaborasi.

Saat ini kita sudah cukup akrab dengan kata "kolaborasi" yang bergema dimana-mana. Kolaborasi adalah kata kunci bagaimana menjadikan noken sebagai sebuah ekosistem besar yang bisa menghubungkan setiap orang dengan talenta-talenta potensial. Kolaborasi lebih dari menghubungkan talenta-talenta yang berbeda tetapi bagaimana menghidupkan empati akan cita-cita besar, yakni mensejahterakan setiap orang.

Musisi dan animator, katakanlah, bisa bekerjasama dalam membuat sebuah cerita animasi tentang noken. Original Sound Track dan pengisi suara animasinya akan menjadi paket tak terpisahkan dari implementasi ide tentang noken.   Pihak official merchandising bisa menangkap peluang tersebut dengan mendesain produk-produk terkait noken. Namun perlu dipahami, bagaimana persentase margin penjualan juga akan mendukung keberlanjutan pengembangan noken di masa datang.

Salah satu contoh merchandising saat event Asian Games 2018 (Sumber : onerdm.com/project/asian-games-2018-lWZWZ)
Salah satu contoh merchandising saat event Asian Games 2018 (Sumber : onerdm.com/project/asian-games-2018-lWZWZ)

Tidak kalah menariknya, event-event menyambut peringatan noken setiap tahunnya, memang sudah disiapkan, minimal satu tahun sebelumnya. Konser musik, dan event kreatif lainnya guna mendukung hidupnya venue-venue yang bisa difungsikan pasca PON XX, misalnya, mungkin bisa dilirik. Hands on experience dapat digagas, guna menghayati bagaimana proses memilih/memilah bahan baku alami, pemisahan serat, merajut/menganyam, hingga melakukan dyeing untuk mendapatkan warna yang di inginkan.

Sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Pak Titus Pekei, semestinya noken menjadi sebuah gagasan dan cita-cita untuk mensejahterakan pengrajin dan secara umum masyarakat dimana bahan bakunya berada. Rencana tindak lanjut seharusnya lebih banyak digagas, disepakati dan diimplementasikan guna mendukung noken sebagai sebuah ekosistem kreatif tematik.

Memajang noken di etalase dunia

Dalam perjalanan ke Washington, DC,  medio 2018, saya menyempatkan singgah di National Geographic Museum, tepatnya di toko bukunya. Imajinasi saya menerawang jauh, bahwa satu masa noken dari para pengrajin lokal, Mama-mama Papua, bersanding dengan tas dan piring anyam tradisional buatan mama-mama dari Rwanda, yang saat itu terpajang apik di gantungan toko buku National Geographic Museum. Bisakah itu terwujud? Mengapa tidak. Selama memenuhi syarat-syarat yang mampu dipenuhi oleh pihak pengelola book store. Sepanjang yang saya pahami, syarat yang diajukan tentu cukup ketat, mulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari pengambilan bahan baku hingga noken dipajang di rak toko buku National Geographic Museum, yang lebih menitikberatkan kepada prinsip-prinsip yang sinergis dengan SDGs. 

Salah satu pojok pajangan di Book Store National Geographic Museum (Sumber : Gambar pribadi/Yayan Sopian)
Salah satu pojok pajangan di Book Store National Geographic Museum (Sumber : Gambar pribadi/Yayan Sopian)

Akhir kata, noken bukan hanya tas tradisional semata.Noken sarat akan makna filosofis yang dibawanya. Lebih dari itu, menjadikan noken sebagai sebuah wadah besar yang mengkatalis ekosistem kreatif tematik dengan pendekatan saintifik adalah salah satu jawaban untuk masa sekarang. Memperkuat pengetahuan kognitif anak-anak Papua dalam konteks ilmu eksakta dari Noken, juga akan memperkuat kebanggaan hakiki, yang mendampingi kemampuan psikomotorik ketika menganyam dan merajut, serta sikap (afektif) membumi mereka yang sesuai dengan bahan alam noken itu sendiri.

Selamat memperingati Hari Noken Sedunia

Yabansai, 07 Desember 2021

Yayan Sopian

Guru Biologi pada SMA PGRI Jayapura

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun