Pelayanannya pun relatif paling lengkap, tidak hanya menata rambut, tetapi juga urusan facial, pedikur, menikur, dan sebagainya. Salon sendiri ada kelas-kelasnya, mulai dari salon elit ala Rudy Suwarno sampai tingkatan RT.
Yang kedua, barber shop. Setingkat kelasnya di bawah salon. Umumnya hanya melayani kaum Adam. Sejatinya, saya tidak pernah melihat ada wanita yang menyerahkan ‘mahkota’ mereka pada tukang cukur kelas ini.
Pelayanan barber shop sebenarnya tidak kalah dengan salon, termasuk urusan harga. Hanya saja yang dilayani cuma urusan sebatas rambut, mulai dari potong, cuci, sampai creambath. Oh ya, ada tambahan layanan pijat ringan sehabis bercukur. Selain itu, ruangan barber shop rapi, bersih, dan ber-AC.
Kelas ketiga, Madura atau Sunda. Disebut demikian, karena kebanyakan yang menjadi tukang cukur memang berasal dari kedua suku ini. Madura/Sunda juga dikhususkan bagi kaum Adam. Biasanya mereka membuka jasanya di pasar dengan tempat seadanya.
Layanannya cuma satu: potong rambut. Tetapi jangan minta model macem-macem. Di sana hanya ada 4 model: potong pendek, dirapikan, gaya Abri, atau cukur botak. Selanjutnya, anda cukup diam dan Insya Allah, hasilnya tidak mengecewakan.
Yang terakhir, di bawah pohon rindang. Bayarannya jelas paling hemat dibandingkan tiga kelas sebelumnya. Modalnya: di mana pun pohon yang rimbun, gunting, plus pisau cukur yang dipakai berkali-kali sampai tumpul.
Dari keempat golongan tersebut, saya sudah mencoba ketiga kelas yang awal, sementara yang terakhir hanya sempat menyaksikan, karena terlalu ‘horor’ membayangkan pisau silet tumpul menggores-gores seputar leher dan kepala sendiri.
Tetapi dari semua yang pernah saya coba, Madura/Sunda menempati urutan teratas. Boleh dikatakan dari lebih dari 300 kali saya ke tukang cukur, tiga perempat di antaranya saya habiskan di Madura/Sunda. Apalagi selama ini saya cukup puas dengan hasil para profesional yang tidak pernah mengantongi ijazah percukuran, layaknya mbak-mbak persalonan.
Nah, kalaupun hari itu saya memilih masuk ke Barber Shop, sama sekali bukan karena saya lebih percaya mereka ketimbang Madura/Sunda. Tetapi seperti saya, niatan saya adalah ingin sedikit genit meniru Mr. Speed, yang saya ragu bisa didapatkan pada Madura/Sunda: Mengingat model mereka hanya 4 tadi: rapikan, pendek, Abri, atau botak.
Maka pada pegawai barber shop pun saya utarakan niat baik saya ini. Celakanya, doi tidak kenal Mr. Speed. Meski berkali-kali saya terangkan, ia malah kelihatan makin bingung. Akhirnya, saya ambil keputusan: bisa tidak kalau bikin seperti rambut yang baru tumbuh, tetapi tidak sampai botak?
Kali ini nampaknya doi mengerti. Sebenarnya saya masih agak was-was. Tetapi kadung masuk sarang serigala, saya ambil resiko untuk maju terus pantang mundur. Dan duduk manislah saya untuk menerima nasib, baik ataukah sebaliknya… pasrah.