Mohon tunggu...
Ayah Gajah
Ayah Gajah Mohon Tunggu... -

Ayahnya Gajah Kecil dan Suaminya Bunda Gajah

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Balada 'Mr Speed'

1 September 2015   20:44 Diperbarui: 1 September 2015   20:44 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak tahu ‘setan’ apa yang merasuki, tiba-tiba keputusan itu muncul begitu saja: mengubah potongan rambut seperti Mr. Speed.

Anda tahu Mr. Speed? Itu sebutan saya untuk peran Bang Keanu Reeves sebagai detektif di Speed, film box office Hollywood, di penghujung 1990-an. Gaya rambut Mr. Speed ini sempat jadi tren kaum Adam seiring meledaknya film Mas Keanu itu.

Ngomong2 gimana sih bentuk potongan Mr. Speed ini? Sedikit gambaran saja, kira-kira modelnya super pendek dan rata di semua bagian, tetapi tidak sampai botak. Tapi, kalau penjelasan ini masih membingungkan silahkan cari foto Keanu Reeves di Mr Google dengan mengetik kata kunci: Keanu dan Speed.

Cukup soal Mr Speed. Kembali ke keputusan untuk mengubah style rambut, ternyata membawa konsekuensi yang setidaknya harus saya tanggung selama sebulan.

Flash Back:

Jam menunjukkan pukul 14.00 WIB. Sesaat setelah Sholat Jumat.

Pulang dari Masjid, rencana awalnya, saya mau mengisi menu makan siang dengan mencicipi Mie Aceh, di dekat Polsek Setia Budi, Jakarta Selatan. Tapi tiba-tiba melintas begitu saja untuk mengganti potongan rambut. Padahal belum ada sebulan saya memotong ‘mahkota’ ini.

Saya memang biasanya bercukur merapikan rambut sebulan sekali. Jangan tanya tentang modelnya. Biasanya, begitu tiba di tukang cukur, saya cukup mengeluarkan dua kata: tolong dirapikan. Setelah itu, duduk diam… Simsalabim… setengah jam kemudian semuanya selesai.

Singkat cerita, iman saya rupanya tidak setegar yang saya kira. Niatan awal ke Mie Aceh, yang terjadi saya malah sudah masuk ke salah satu Barber Shop di Setia Budi.

Oh ya, mungkin ada baiknya saya menerangkan sedikit terminologi tukang cukur dalam khazanah saya. Pertama, salon. Ini biasanya saya pakai untuk menyebut tukang cukur yang lebih banyak melayani kaum hawa.

Pelayanannya pun relatif paling lengkap, tidak hanya menata rambut, tetapi juga urusan facial, pedikur, menikur, dan sebagainya. Salon sendiri ada kelas-kelasnya, mulai dari salon elit ala Rudy Suwarno sampai tingkatan RT.

Yang kedua, barber shop. Setingkat kelasnya di bawah salon. Umumnya hanya melayani kaum Adam. Sejatinya, saya tidak pernah melihat ada wanita yang menyerahkan ‘mahkota’ mereka pada tukang cukur kelas ini.

Pelayanan barber shop sebenarnya tidak kalah dengan salon, termasuk urusan harga. Hanya saja yang dilayani cuma urusan sebatas rambut, mulai dari potong, cuci, sampai creambath. Oh ya, ada tambahan layanan pijat ringan sehabis bercukur. Selain itu, ruangan barber shop rapi, bersih, dan ber-AC.

Kelas ketiga, Madura atau Sunda. Disebut demikian, karena kebanyakan yang menjadi tukang cukur memang berasal dari kedua suku ini. Madura/Sunda juga dikhususkan bagi kaum Adam. Biasanya mereka membuka jasanya di pasar dengan tempat seadanya.

Layanannya cuma satu: potong rambut. Tetapi jangan minta model macem-macem. Di sana hanya ada 4 model: potong pendek, dirapikan, gaya Abri, atau cukur botak. Selanjutnya, anda cukup diam dan Insya Allah, hasilnya tidak mengecewakan.

Yang terakhir, di bawah pohon rindang. Bayarannya jelas paling hemat dibandingkan tiga kelas sebelumnya. Modalnya: di mana pun pohon yang rimbun, gunting, plus pisau cukur yang dipakai berkali-kali sampai tumpul.

Dari keempat golongan tersebut, saya sudah mencoba ketiga kelas yang awal, sementara yang terakhir hanya sempat menyaksikan, karena terlalu ‘horor’ membayangkan pisau silet tumpul menggores-gores seputar leher dan kepala sendiri.

Tetapi dari semua yang pernah saya coba, Madura/Sunda menempati urutan teratas. Boleh dikatakan dari lebih dari 300 kali saya ke tukang cukur, tiga perempat di antaranya saya habiskan di Madura/Sunda. Apalagi selama ini saya cukup puas dengan hasil para profesional yang tidak pernah mengantongi ijazah percukuran, layaknya mbak-mbak persalonan.

Nah, kalaupun hari itu saya memilih masuk ke Barber Shop, sama sekali bukan karena saya lebih percaya mereka ketimbang Madura/Sunda. Tetapi seperti saya, niatan saya adalah ingin sedikit genit meniru Mr. Speed, yang saya ragu bisa didapatkan pada Madura/Sunda: Mengingat model mereka hanya 4 tadi: rapikan, pendek, Abri, atau botak.

Maka pada pegawai barber shop pun saya utarakan niat baik saya ini. Celakanya, doi tidak kenal Mr. Speed. Meski berkali-kali saya terangkan, ia malah kelihatan makin bingung. Akhirnya, saya ambil keputusan: bisa tidak kalau bikin seperti rambut yang baru tumbuh, tetapi tidak sampai botak?

Kali ini nampaknya doi mengerti. Sebenarnya saya masih agak was-was. Tetapi kadung masuk sarang serigala, saya ambil resiko untuk maju terus pantang mundur. Dan duduk manislah saya untuk menerima nasib, baik ataukah sebaliknya… pasrah.

Si tukang cukur barber shop pun mulai menyiapkan alat-alatnya. Tiba-tiba doi bertanya: satu senti, satu setengah senti, atau dua senti, pak?

Nah lho? Kini giliran saya yang bingung. Satu senti itu apa? dua senti itu apa? Tetapi kemudian saya putuskan memilih yang tengah-tengah: satu setengah senti saja, mas.

Saya pun melepaskan kaca mata dan mulai mencoba tidur sebentar. (Berhubung mata saya minus 4,5 maka saya tidak bisa mengamati proses pemotongan rambut layaknya orang bermata normal. Jadi, biasanya saya memilih tidur sampai selesai).

Lalu… sret… sret…

Setengah jam kemudian.

Tukang cukur: sudah selesai, Pak.

Saya pun bangun. Mengambil kaca mata. Melihat hasil kerja tukang cukur. Setengah shock.

(dalam hati): Ya Allah, ini sih bukan jadi Mr Speed tapi JAYA SUPRANA….

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun