Ada yang sangat terus teringat saat Said (Saleh Ali Bawazier ) dan Ucup bin Sanusi ( Paulus Fanny Fadillah ) dengan kocaknya berdialog di warung gorengan mpok Leha. Selentingan-selentingan kata bertebaran dengan lepas dan memang sangat representatif dengan keseharian masyarakat kita secara umumnya.Â
Dinamika cerita semakin berkembang dengan adanya pak RT, mpok Hindun, mpok Minah. Segala kelucuan dan keseruannya sangat sulit dituangkan dalam tulisan ini. apalagi teman-teman BajuriÂ
Cerita Bajaj Bajuri selalu mengikuti perkembangan isu dan topik yang sangat update saat itu.Â
Balutan cerita dengan kecerdasan mengemas naskahnya sangat impresif. Jika Bajaj Bajuri diproduksi saat ini sudah bisa dipastikan tak akan bisa tayang. Kondisi saat ini situasi sosial sangat berbeda dengan era dua ribuan. Entah apa yang mempengaruhinya.Â
Dilarang tayang jika memiliki komposisi narasi yang sama seperti saat produksi tahun 2000-an. Bajaj Bajuri sangat bertebaran kata rasis, begitu kira-kira kalau melihat kondisi saat ini. Padahal narasi yang ada dalam produksi Bajaj Bajuri merupakan aktualita di keseharian masyarakat tanpa berpikir keras dan tarik urat bahkan mengundang senyum bahkan menambah keakraban. Bajaj Bajuri belum seberapa jika merujuk ke Wakop DKI, Dono Kasino Indro.
Saat ini hanya bisa menumpahkan kerinduan tayangan komedi situasi seperti Bajaj Bajuri melalui kanal tayangan video. Meskipun rindu dengan tayangan sejenis, rasanya keinginan tersebut dirasa tak akan mungkin terwujud lagi saat ini.
Sampai jumpa Bajaj Bajuri
( Isk )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H