Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Belenggu Plastik! Terlihat Sunyi Namun Ada Gejolak Riak

13 Desember 2020   19:05 Diperbarui: 13 Desember 2020   19:18 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wahai tuan puan di sana

Tak lagi kudengar hentakan gemuruh

Dari tebing terjal yang lontarkan kerikil

Tenang kurasa singgahkan hati 

Bukan.. Bukan itu

Ada yang usang kudengar 

Terbing terjal tenang tak berarti diam

Hanya tunggu waktu ketika alam sepakat

Tak ada kekuasaan mengikat alam

Semua risau seperti sambut pertanda tsunami 

Alam tenang air menyusut

Hingga menjorok ke tengah laut

Janganlah kau rasa semua tenang

Alam kasih pertanda akan kemarahan

Tak kuat kau terima pertanda itu

Langit kelam udara dingin

Sekalipun jutaan kata teruntai

Tenang.. Tenanglah semua terkendali 

Hanya ikan berserak menggelepar

Air pun surut

Tak ada apa apa teriak sang "Kufur"

Tenangnya alam bukan pertanda baik

Hanya sukma dan hati yang jernih membaca

Kita semua berujung kematian 

Bahkan ketika air surut hingga ke tengah laut pun

Kepongahan akan terus berlangsung

Tenanglah itu bukan apa apa

Kita tak bisa tenggelam dengan serangan alam

Kita sudah kuasai perlawanan alam

Tak tahukah kamu wahai tuan yang congkak

Semua yang melawan tak semestinya tangan terborgol 

Semua yang melawan tak juga harus di dera

Kamu bakal kecewa ketika sadari alam sudah tak berkawan

Waktu memiliki batas

Ketika sadari itu

Semua sudah terlibas di atas kecongkakannya

Kamu harus pergi jauhi arus balik zalim

Alam masih beri waktu

Sekalipun tak surut alam masih terus dialog

Tafakur tak lagi jadi jalan keluar

Ketika semua mata alam mengincarmu

Hentikan wahai sahabat.. 

Kamu congkak

Kamu takabur

Kekuasaan adalah fana

Lihatlah sekali lagi

Ada satu hal yang tak bisa kau lewati

Kematian.. 

Ya kematian

Borgol atau belenggu tangan tak kuat menahan rongga jiwa

Doa sudah mengalir dan berseru

Matilah kau wahai durjana

Kau mati dalam serbuan doa

Ku hanya ingin tenang

Damai dan salam penuh hangat

Negeri ini tak perlu bersemayam tak pada waktunya

(Isk) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun