Kemarin teriak dan kini teriak hingga esok dan lusapun teriak. Ah.. Betapa letihnya badan dan kepala bila terus begini.Â
Entah apa yang bisa kusapa tentang hari. Semua sibuk dengan gemuruh tiada henti hingga lepas batas kata. Rasanya dahulu tak seperti ini gumam hati salah seorang rakyat yang juga ikut pusing sambil benahi lapak pakaiannya karena sudah larut malam.Â
Bukanlah pertikaian yang utama dan bahkan terus digemakan apalagi di kondisi pandemi Covid 19 menjepit ruang gerak. Wahai tuan berdasi lihatlah jerit dan isak tangis di pojokan emperan pasar kaget yang sepi jelang larut malam. Entah berapa yang didapat hasil niaga hari ini.Â
"Maafkan nak bila bapak tak cukup bawa uang untuk makan malam ini" Begitulah kata-kata yang sedang dipersiapkan untuk anak-anak sang pedagang gorengan jika sampai rumah nanti sekalipun sang anak memesan untuk dibelikan kuota untuk belajar sekolah online pagi esok.Â
Rasanya Pemilu (pemilihan umum) lima tahunan adalah bagian politik yang rakyat paling tahu. Kenapa rasanya koq ya bukan lima tahunan tapi setiap hari tersiar kesengitan saling sembur berdalih bagian proses politik?Â
Politik sudah seperti industri yang bergulir tanpa batas waktu tertentu. Kalau memang hasilnya terasa bagi kaum jelata utamanya monggo saja lakukan.Â
Imbas pertikaian terbuka penguasa dan oposisi jelas terasa aromanya menyengat. Aksi dukung mendukung jagoannya seperti transaksi jual beli di pasar. Hari ini siapa membeli dan siapa hari esok giliran membeli.Â
Bang Nasir seperti kesal karena berapapun tenaga dan keringat dikerahkan namun tak kunjung hasil yang signifikan. Hasil dagangnya hari ini rasanya tak menutup modal dan sementara esok ia mesti belanja lagi untuk bahan dagangan yang dijajakan.Â
Bang Nasir sempat bingung karena memikirkan orang-orang yang sibuk bertikai dalam sengitnya silang pendapat. Apa mereka bergaji atau sudah aman kantongnya karena hanya 'itu' pekerjaan sehari-harinya. Lantas kenapa bang Nasir jadi ikut memikirkan mereka? Hayooo bang Nasir.. Kalau ikut memikirkan mereka yang bertikai malah besok jadinya tidak berjualan.Â
Sempat ada yang bilang bahwa ini namanya juga tahun politik. Tahun politik? What? Tahun politik koq sepanjang tahun? Lantas kapan tahun makan-makannya ya kan bang Nasir dan kawan-kawan serta keluarganya menanti adanya tahun makan-makan. Kalau tahun politik ya rasanya sudah biasa dilalapnya mau tak mau dan terpaksa.Â
"Tenang, semua adalah demi perubahan" Kata seorang politisi di koran yang bang Nasir baca. Handuk kecilpun diseka ke leher samping bang Nasir. Kata-kata itu rasanya bersahabat sekali sekalipun nyatanya bang Nasir sudah berjualan puluhan tahun dan hanya cukup buat bertahan hidup. Lantas perubahannya dimana?Â
Bang Nasir beberapa kali ekpansi usaha kalau boleh meminjam istilah kerennya. Ekspansi disini maksudnya pindah-pindah bidang usaha dari mulai tukang ojek pangkalan, petugas keamanan di kampung tempat tinggalnya, kuli pasar sampai menjadi pedagang pasar malam. Sempat terpikir oleh bang Nasir inilah mungkin yang dimaksud politik membawa perubahan.Â
Bagi bang Nasir pertikaian mengenai salah dan benar buatnya tak manfaat sama sekali. Baginya bagaimana bisa bawa pulang uang setiap hari untuk makan dan kebutuhan atau bisa jadi kurang makan guna modal belanja dagangan untuk esok lagi.Â
Harapan bang Nasir jika ada tahun politik tentunya ada tahun makan-makannya untuk rakyat seperti bang Nasir. Bang Nasir kini tak seperti takut lagi dengan koronce ehhh corona. "Seharusnya bang Nasir waspada dan hindari kerumunan agar terjaga kesehatannya" Kata kawan bang Nasir yang mantan teman sekolah SD yang kini jadi seorang karyawan.
Sontak bang Nasir menjawab "Apapun itu jika menyangkut urusan dapur dan kebutuhan keluarga saya mesti tetap berangkat sebab mana ada pedagang seperti saya bisa seperti karyawan yang kerja di rumah alias WFH" Balas bang Nasir. Bang Nasir balik bertanya "Ini kapan selesainya tarik-menarik urat saling sebut salah dan benar kan pemilu 2024 juga masih lama" Tanya bang Nasir kepada temannya itu yang akhirnya terdiam.Â
Rakyat seperti bang Nasir tak banyak meminta kepada para tuan-tuan di sana. Beri kepastian ekonomi dan bisa menjaga perut yang kini mulai tidak stabil terisi. Tak perlu lagi ada atraksi yang bisa mengalihkan perhatian perut yang mulai kosong.Â
(Isk)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H