Hari-hari ini kita diramaikan lagi dengan keluarnya keputusan ' New Normal' dalam menyikapi pandemi yang masih berlangsung. Jokowi mengajak kita semua bisa berdamai dengan Corona setelah berbagai upaya dilakukan salah satunya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan mungkin juga masing-masing kebijakan di berbagai wilayah yang sudah dijalankan.
Langkah Jokowi bisa saja meniru beberapa negara yang sudah melonggarkan kebijakan yang otomatis mempengaruhi aktivitas rakyatnya yang terasa keras menghantam multi dimensi. Sebut saja ekonomi, keuangan, sosial dan lainnya.
Ada kegelisahan yang muncul dari masyarakat terkait dengan adanya pelonggaran yang akan diterapkan dan trend dengan kata 'new normal'. Sesungguhnya 'new normal' sendiri bermakna tatanan baru dengan pola yang mengikuti pola hidup bersih dan sehat sesuai yang dianjurkan. Artinya kembali ke kehidupan normal melakukan aktifitas seperti biasa namun tetap jaga jarak aman, menggunakan masker, mencuci tangan itulah bayangan saya dan mungkin sebagian banyak orang.
Sebagai orang awam mungkin saya tak begitu paham apa yang menjadi standar atas keputusan ke 'new normal'. Lagi-lagi WHO berikan pernyataan dari petingginya.Â
"Saat ini, kita belum berada dalam gelombang kedua. "Kita secara global tepat berada di tengah gelombang pertama," kata Direktur Eksekutif WHO, Dr. Mike Ryan. "Kita masih berada sangat dalam pada fase di mana penyakit ini sebenarnya sedang dalam fase berkembang," kata Ryan, merujuk kondisi di Amerika Selatan, Asia Selatan dan bagian lain dunia seperti dikutip dari AP, Rabu (27/5/2020).
Lah terus kepiye ini pak Jokowi? Sebagai seorang warga ples 62 kan memang semestinya ikuti arahan Bapak sebagai pemimpin sah negeri ini tapi kok ya dalam hati masih deg deg seeer ya kalo memang sudah berjalan 'new normal'. Sebenarnya dalam masa PSBB berjalan pun juga masih banyak ketidak taatan berjalan walau dengan upaya penegakan ketertiban penuh keringat.
Kita sudah percaya juga hantaman keras ekonomi, keuangan dan ada penurunan produktifitas sudah terasa di perut masing-masing. Ini seperti pilihan soal dalam menjawab ujian yang mesti dijawab dan kita tahu jawabannya memilih keduanya. Terlihat jadi bukan seperti pertanyaan lagi karena sudah dijawab dengan memilih kedua-duanya namun diwajibkan jalan berdampingan. Apakah ini yang namanya berdamai?
Petisi tolak aktivitas belajar di sekolah sudah melewati tiga puluhan ribu penanda tangan per tiga jam lalu dilihat dari situs web Change.org. dan masih bisa terus naik.Â
Ini adalah bentuk rasa kekhawatiran kesiapan dan kesigapan pemerintah dalam menangani penyebaran Covid 19 yang disebabkan Virus SARS-CoV-2. Isi Petisi meminta Pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan untuk menunda tahun ajaran baru 2020/2021 bagi siswa yang masih duduk di bangku sekolah
Masa aktivitas tahun ajaran baru yang dimulai Juli 2020 jelas sangat menggelisahkan. Siapa saja yang gelisah? Utamanya para orang tua murid lanjut ke guru-guru pengajar dan tentu saja murid-murid.Â
Jika masih tahap TK dan Paud bisa saja namanya anak-anak ya ngga tahu resikonya tapi tahu ceritanya betapa mengerikannya Corona berdasar versi anak-anak dengan bahasa anak-anak pula walaupun dengan bahasa yang penuh tawa.Â
Lantas bagaimana dengan ke jenjang pendidikan yang di atas itu. Anak-anak sekarang rasanya cukup cerdas apalagi dengan gawai di tangan dan menerima info yang bersliweran tentang Covid 19.
Saya sempat melihat diskusi kak Seto (pemerhati anak) dalam sesi acara yang baru saya lihat di salah satu televisi swasta dengan teman diskusi dari  Staff Khusus Kepresidenan Erlinda. Ada hal penting yang saya tangkap jika tak salah menilai. Kak Seto berpesan banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan new normal jika anak-anak di masa ajaran sekolah tahun ajaran baru dilaksanakan.
Setiap orangtua semestinya dalam kesiapan mempersiapkan anak-anaknya masuk ke sekolah dengan penguat psikologi yang bagus. Pada masa seperti ini ada juga orang tua yang terdampak ekonominya sehingga berpengaruh atas proses masuk tahap tahun ajaran baru sekolah. Ya ini masuk dalam kaitan ekonomi dan butuh stimulus atau dukungan pemerintah pusat dan daerah dimana ada daerah yang belum menerapkan sekolah gratis biaya.
Bergembiralah dalam sekolah!! kata ini yang penting dan sangat menyejukkan saya dengan kata-kata Kak Seto jika tak salah mengingat. Kata-kata bergembiralah jadi penenang dan mewakili kita selaku orang tua yang memiliki anak yang bersekolah.Â
Lantas, bagaimana menciptakan rasa bergembira anak-anak dalam masa seperti ini? Apa mesti mereka tahu duduk tak berdua dengan teman? Satu bangku satu meja dalam sebuah SD, SMP, SMA negeri ataupun Swasta? Berarti mesti dikeluarkan dong SOP (Standard Operating Procedures) mekanisme pembelajaran di Sekolah sebelum semuanya dijalankan.
Kabar akan dimulainya bersekolah pada tanggal 15 Juni atau 13 Juli 2020. Semuanya dijawab Erlinda "Itu tidak pernah disampaikan oleh Menteri Pendidikan maupun Presiden. Yang disampaikan adalah apakah sudah mendapatkan izin dari tim Gugus Tugas yang di dalamnya tidak hanya kementerian, lembaga, tapi yang lainnya," kata Erlinda seperti dalam tayangan Kabar Petang, Kamis, 28 Mei 2020.
Tentu saja ini akan menjadi catatan penting bagi kita kalau-kalau ada kebijakan dadakan dan mengejutkan untuk segera dilaksanakan namanya juga negeri ples 62. Sekolah yang kembali mesti berada di zona hijau di mana tak ada penambahan atau penyebaran yang terinfeksi seperti kata Erlinda (Staf Khusus Kepresidenan).
Saya mendengar langsung dari Kak Seto bahwa ini situasi yang belum tahu kapan akan berakhir karena dirinyapun juga tak tahu ketika ditanyakan oleh Andromeda sang penanya yang juga 'anchor' TV tersebut. Prediksi saja tak mampu diurai bahkan disebut rasanya kita masih di dalam keadaaan gamang. "Ini keadaannya darurat, kita tidak pernah tahu sampai kapan COVID- 19 terus ada di sekeliling. Kita enggak bisa asal meramal saja. Kalau sudah di zona hijau, itu pun ada tahapan," kata Kak Seto.
Nah jelas kan para sahabat, banyak hal juga yang tak bisa disesuaikan dengan 'new normal'. Entahlah kalau mall dan aktivitas lainnya. Pastinya banyak dimensi permasalahan juga yang membutuhkan pencerahan dan kita masih meraba-raba kepastiannya.
Kak seto rasanya seperti sepakat dengan para orang tua murid. Faktor kesehatan dan keselamatan anak-anak ketika akan kembali bersekolah harus jadi prioritas.Â
"Jangan terburu-buru yang paling penting artinya koordinasi dengan semua pemangku kepentingan, perlindungan anak, dalam arti ini kan suatu bencana dan ini anak-anak tidak hanya masalah pendidikannya, masalah kesehatannya, juga keselamatan hidupnya. Jangan sampai hanya sekadar mengejar kurikulum mengejar target, tapi (abai) keselamatan," kata Kak Seto.
Ini baru sektor pendidikan untuk anak-anak dan kita masih menunggu respon dari sektor lainnya yang bisa saja menjadi PR tambahan untuk dibuat skema dan jawabannya. Pelajari lagi lebih lanjut bagaimana negara-negara yang sudah menerapkan 'new normal' hingga bisa melahirkan rasa tenang bagi kita sebagai para orang tua murid, guru dan pendukungnya. (Isk)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H