Mohon tunggu...
Ellyasa KH Darwis
Ellyasa KH Darwis Mohon Tunggu... -

Gemar memancing, memasak dan jalan-jalan. Tinggal di pinggiran kota Bekasi. Menulis di Kompasiana sekadar buat berbagi apa yang telah dilihat dan dirasakan. Blognya bisa diklik di sini atau yang .ini. Salam...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bertanya Seputar Politik Ketahanan Pangan Kita

1 September 2010   03:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:33 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak kalangan mulai membicarakan Isu pangan dunia.  Banyak pihak mengingatkan kemungkinan krisis pangan yang bisa menimpa sejumlah negara, termasuk Indonesia. Bagaimana politik ketahanan pangan kita diformulasikan?

Ada yang salah dalam politik ketahanan pangan kita tampaknya. Khususnya dalam struktur pasar pertanian. Komoditi pangan yang menjadi hajat hidup orang banyak, sering mengalami kelangkaan dan tentu saja harganya mahal. Sementara pada saat musim panen, harga di tingkat petani sangat murah. Petani hanya menikmati marjin terkecil dalam mata rantai distribusi produk pertanan. Sayangnya, pemerintah tidak memiliki inisiatif politik untuk merubah struktur pasar yang tidak sehat ini dan selalu menyelesaikan dengan ad hoc melalui subsidi dan intensive.

Kita pernah mengalami krisis kelangkaan kedelai dan minyak goreng di pasaran. Pedagang dan masyarakat menjerit, sampai kini pemerintah belum memiliki formulasi yang tepat bagaimana mengatasi masalah ini selain dengan kebijakan operasi pasar yang sampai kini efektifitasnya belum kelihatan. Minyak goreng masih saja susah dicari di pasaran dan harganya tak kunjung normal.

Lagi-lagi, masalah ini terkait dengan masalah ketahanan pangan. Struktur pasar produk pertanian, harus segera dipikirkan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

Sudah bukan rahasia lagi, selama ini struktur pasar pangan memang ada yang bermasalah. Kenaikan bahan komoditi pangan pada tingkat pasar, tidak dengan sendirinya memiliki implikasi terhadap kesejahteraan petani. Petani hanya mendapatkan margin terkecil dalam rantai distribusi.

Sebaliknya, harga produk pertanian ditentukan oleh segelintir pembeli. Terjadi praktik oligopsoni pada tingkat hulu. Para pembeli membeli produk hasil kepada petani saat panen. Petani tidak memiliki daya tawar untuk menentukan harga dan menjadi wajar kemudian apabila harga hanya ditentukan oleh pembeli.

Pada tingkat konsumen, produk hasil pertanian juga mengalami hal yang sama. Produk untuk konsumen hanya dilayani oleh hanya beberapa distributor besar. Oleh karena itu, menjadi tidak terhindarkan apabila pada bagian hilir pasar produk pertanian bersikap oligopolistik.

*****

Tidak menjadi rahasia lagi, apabila mata rantai pasar selama ini dikuasai oleh segelintir pembeli. Para pembeli yang jumlah sedikit itu, tentu saja akan dengan leluasa menentukan harga produk komoditi pertanian kepada petani pada musim panen. Situasi seperti ini sudah berjalan sangat lama dan menjadi wajar pula apabila tingkat kesejahteraan petani, semakin lama semakin menurun. Sebab petani hanya memikmati margin keuntungan yang sedikit bahkan tidak jarang, hanya impas saja untuk menutup ongkos produksinya.

Praktik oligopsoni seperti ini menandakan bahwa ada yang salah dalam mata rantai pasar pertanian. Mata rantai pasar komoditi pertanian selama ini memang hanya dikuasai oleh segelintir pengusaha besar. Demikian juga pada produksi hasil pertanian, produsen dan distributor kepada konsumen, juga hanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar. Semua produk pertanan diserap oleh industri dan pararitel.

Dengan struktur pasar seperti ini, menjadi wajar dan niscaya adanya jika terjadi situasi seperti sekarang ini. Pada saat panen harga murah dan pada saat paceklik, harga mahal dan langka di pasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun