Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Prusia

15 November 2022   09:08 Diperbarui: 15 November 2022   09:10 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyak yang dapat kita ambil pelajaran dari cerita sejarah berkembangnya suatu negara bernama Prussia dari yang hanya berbentuk sebuah Kadipaten kemudian berangsur-angsur berubah menjadi Kerajaan yang lebih besar wilayah dan pengaruhnya. Hingga puncaknya adalah pada 1870 dengan lahirnya sebuah Kekaisaran baru bernama Jerman yang tidak lama kemudian menjadi salah satu negara terkuat di Eropa dan Dunia, bahkan sampai dengan saat ini pada saat tidak lagi berbentuk kekaisaran.

Lahir dari sebuah wilayah kecil di tepi Laut Baltik sana, awalnya kadipaten ini didirikan oleh sebuah Ordo Ksatria yang merupakan alumni dari Perang Salib. Mereka adalah Ordo Teutonik yang setelah berhasil menempati wilayah barunya kemudian segera melancarkan agresi militernya terhadap bangsa-bangsa Baltik dan Slavik yang masih beragama Pagan sehingga agresi militer mereka terkenal dengan nama Perang Salib Utara.

Seiring waktu berjalan beberapa puluh tahun Perang Salib itu berjalan, posisi Ordo Teutonik yang semula diatas angin semakin lama menjadi terjepit dan akhirnya harus mengakui kekuatan Persekutuan Polandia-Lithuania yang lebih besar. Setelah itu ordo tersebut masih tetap diberikan kesempatan untuk eksis namun status menjadi hanya negara vassal dari Polandia-Lithuania saja.

Di era Reformasi Protestan, pemerintahan kadipaten Ordo Teutonik mengganti bentuknya menjadi negara sekuler dan tidak lagi menjadi institusi agama seperti sebelumnya. Maka lahirlah nama Kadipaten Prussia yang tidak lama kemudian menggabungkan dirinya dengan Bradenburg setelah pernikahan pemimpin mereka sehingga muncul negara baru Prussia-Brandenburg.

Negara ini jika dengan negara kuat semacam Prancis dan Rusia pada waktu itu sangatlah tidak sebanding. Posisinya yang terjepit negara-negara besar, lahannya yang kurang subur untuk pertanian, dan jumlah penduduknya yang kurang padat.

Masalah semakin runyam dengan pecahnya perang 30 tahun yang merupakan puncak persaingan agama antara kaum Protestan dengan gereja Khatolik. Perang itu menjadi peristiwa yang sangat berdarah-darah karena menimbulkan korban jiwa yang fantastis sehingga sebagian populasi di Eropa Barat berkurang signifikan.

Dan wilayah Prussia-Brandenburg termasuk tempat yang menjadi medan peperangan antara para raksasa. Layaknya pelanduk, mereka terjepit dan hanya menjadi korban dari para binatang buas yang memangsa siapa pun yang berlainan keimanan.

Setelah perang 30 tahun usai dengan memakan kerugian yang tidak sedikit, Prussia survive walaupun bukan sebagai pemenang. Mungkin mereka bukan pemenang, karena memang tidak ada pemenang sebenarnya dari salah satu konflik paling mengerikan sepanjang sejarah Eropa.

Akan tetapi dari konflik ini Prussia menyadari bahwa lokasi mereka sering menjadi medan pertempuran dan sasaran empuk negara-negara besar. Mendesak mereka untuk tidak berlama-lama lagi mengadakan perubahan yang dibutuhkan untuk menjadi negara kuat.

Reformasi demi reformasi lalu terjadi, termasuk memiliterisasi negara Prussia. Namun menjadi militer tidak serta merta menjadi negara doyan perang, mereka lebih konsen untuk mempersiapkan angkatan bersenjata yang berkualitas dan siap kapan saja untuk digunakan.

Dan itu ditunjukkan dengan kembali pecahnya perang-perang selanjutnya di masa kemudian. Salah satunya yang fenomenal adalah pada saat negeri ini berhasil lolos dari keroyokan Raksasa semacam Prancis, Rusia, dan Austria, padahal tanah Prussia sudah sempat dimasuki oleh negara-negara itu namun dengan faktor kejeniusan sang raja, kepiawaian pasukan militernya, dan keberuntungan sejarah akhirnya negeri tersebut justru mendapatkan Silesia sebagai wilayah baru.

Perjalanan Prussia tidak berhenti disana. Puncaknya adalah 1870-1871 yang merupakan tahun bersejarah berdirinya kekaisaran baru yang menyatukan sebagian besar negara kepangeranan kecil yang beretnis Jerman. Prestasi ini menjadi hasil jerih payah arsiteknya sang kanselir Otto von Bismark yang lalu membawa negara baru ini menjadi raksasa baru yang membuat kawatir para "pemain-pemain lama" semacam Perancis dan Inggris.

Tulisan ini bukanlah artikel sejarah mengenai Prussia yang pastinya sudah cukup banyak dimuat pada media massa. Sebenarnya banyak pelajaran yang bisa diambil dari Prussia yang meskipun tertatih-tatih menapaki perjalanannya dari negara mungil dan lemah yang sering menjadi "makanan" negara besar hingga dengan gemilang berhasil menjadi kekaisaran paling berpengaruh pada akhir abad 19.  

Jika dibandingkan dengan Israel atau Singapura misalnya yang juga negara kecil tapi survive berdiri ditengah-tengah negara-negara besar. Prussia bisa jadi lebih hebat karena mereka menjadi negara yang bertumbuh dari kecil ke raksasa, sedangkan kedua negara diatas "hanya" berhasil bertahan saja belum sampai memperbesar ukurannya menjadi raksasa.

Prussia sendiri didirikan dilahan yang miskin sumber daya alam, tapi sepertinya sudah menjadi takdir kalau negara semacam itu kemungkinan besar akan dianugerahkan kompetensi sumber daya manusianya yang cenderung lebih baik daripada negara-negara yang dari awal sudah kaya hasil buminya. Dari situ sudah selayaknya bagi kita yang tinggal di Indonesia untuk tidak berhenti hanya berbangga diri bahwa Indonesia adalah negeri yang berlimpah akan kekayaan alamnya, seperti pepatah gemah ripah loh jinawi. Karena jika hanya berhenti disitu maka negara seperti itu justru akan menjadi incaran dan dieksploitasi oleh negara lain yang lebih kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun