Setelah melihat situasi seperti itu, kira-kira apakah ada solusi terhadap penggemar beladiri submission grappling yang bisa jadi masih ada semangat untuk kembali latihan tetapi terbentur beberapa problem diatas? Salah satu solusinya mungkin perlu ada perhatian dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olah Raga supaya dapat menganggarkan dana yang cukup untuk memberikan subsidi terhadap klub BJJ yang ada atau menciptakan sendiri klub amatir yang diasuh oleh KONI, Pemda atau asosiasi beladiri terkait sehingga diharapkan dapat mengurangi beban biaya yang kelewat mahal bagi sebagian besar masyarakat.
Solusi lainnya mungkin adalah dengan membuat beladiri semacam submission grappling tetapi yang khas Indonesia. Solusi ini mencontoh dari terbentuknya Luta Livre yang konon dalam perjalanan sejarahnya dikreasikan untuk dapat menyaingi hagemoni BJJ di Brazil pada saat itu. Luta Livre dalam setiap latihannya sengaja tidak menggunakan Gi atau seragam khas Jepang yang biasa dipakai BJJ dalam setiap latihannya dengan alasan harga Gi memang tergolong sangat mahal bagi masyarakat. Dengan tidak mengenakan Gi otomatis dapat memangkas pengeluaran yang dibutuhkan setiap praktisi yang ingin berlatih.
Selain itu dalam menciptakan beladiri submission grappling khas Indonesia ini sebaiknya juga tidak harus selalu diadakan pada tempat-tempat semacam gym yang memang berfasilitas bagus dan nyaman bagi yang mau latihan disana, akan tetapi konswekensinya adalah biaya sewa atau biaya pengadaan fasilitasnya yang mahal dan biasanya dibebankan kepada para praktisi sebagai customernya. Tempat diadakan latihannya perlu mempertimbangkan untuk dipindah ke Gedung Olah Raga (GOR) yang ada disetiap daerah atau kalau perlu disekolah dengan memanfaatkan fasilitas seadanya dengan tentunya tetap mempersiapkan matras yang sesuai dengan submission grappling.
Untuk matras submission grappling sendiri sebenarnya tidak perlu setebal matras Judo dan Aikido yang agak mahal karena berbeda dengan Judo dan Aikido, pada submission grappling ini hampir tidak ada tehnik bantingan yang dipakai dalam setiap latihannya dan seandainya ada dapat disesuaikan dengan kondisi pada tempat latihan yang tersedia. Submission grappling khas Indonesia mungkin juga perlu ada wadah asosiasinya agar organisasi dan kurikulum pelatihannya dapat lebih teratur sehingga berpeluang menghasilkan atlit submission grappling yang dapat mencetak prestasi kedepannya.
Semoga suatu saat bukan mimpi bagi penulis untuk melihat bagaimana beladiri submission grappling telah memasyarakat di tanah air agar tidak menyulitkan anak muda-anak muda berbakat negeri ini supaya dapat latihan beladiri yang mereka minati. Mungkin penulis sudah hampir telat untuk ikut serta dalam latihan submission grappling itu jika suatu saat sudah memasyarakat, namun hati ini sudah cukup bahagisa setelah melihat anak-anak kita akhirnya dapat latihan jenis beladiri ini karena telah ada kemudahan untuk mengaksesnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H