Mohon tunggu...
Muhammad Asif
Muhammad Asif Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and reseacher

Dosen dan peneliti. Meminati studi-studi tentang sejarah, manuskrip, serta Islam di Indonesia secara luas.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ingin Gemar Membaca dan Jadi Penulis, Mulailah dari Buku Sastra

20 Mei 2019   07:15 Diperbarui: 20 Mei 2019   07:19 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ketika masih duduk di bangku SMP, membaca adalah hal yang tak kusukai, apalagi buku selain pelajaran di sekolah. Mungkin itu pula yang menjadikan saya ketika itu tidak pandai mengarang. Bahkan saya masih ingat, ketika diminta mengarang (tepatnya mungkin hanya membuat paragraf pendek atau bhkan kadang hanya diminta membuat sebuah kalimat dari suatu kata) saya seringkali kesusahan dan bahkan kadang ketakutan.

Saya mulai membaca buku ketika berada di tingkat SMA, tepatnya di Madrasah Aliyah. Saya masih ingat buku pertama yang saya baca adalah Sheila, sebuah novel psikologi  karya seorang penulis Amerika, Torey Heyden. 

Novel ini berkisah tentang seorang anak kecil yang ditinggalkan oleh keluarganya di jalan serta bagaimana hari-hari perjuangan seorang guru ( psikolog) yang berusaha untuk menyembuhkan gangguan psikologis yang diderita anak tersebut dan menjadikannya normal seperti anak-anak lainnya. 

Selain buku itu, saya juga membaca kumpulan cerpen Cerita Pengantin, yang didapatkan keluarga sebagai oleh-oleh dari pernikahan seorang puteri Gus Mus. Buku itu berisi tentang kumpulan cerpen tulisan para sastrawan yang merupakan kawan-kawan Gus Mus. Dan belakangan, saya baru tahu ketika pak Islah Gusmian menginap di rumah saya dan melihat buku itu ada di lemari di rumah kami, dia mengatakan buku itu dieditori olehnya. 

Ada beberapa cerpen yang membuat saya tertarik untuk membacanya. Bahkan saya masih ingat sebuah cerpen yang berjudul "Kekasih Surgaku" karya Herlinatien harus say abaca beberapa kali, karena menurut saya waktu itu selain isinya sangat menyentuh. Bahasa dan pilihan diksinya sangat menarik.

Mungkin sejak saat itulah saya mulai tertarik dan bisa menikamati ketika membaca buku. Saya baru menyadari ternyata membaca itu mengasyikkan. Dan sepertinya sejak saat itulah saya juga mulai tertarik untuk menulis catatan harian dan seskali  berlatih menulis puisi. 

Ketika saya kemudian membeli sebuah buku harian, saya mulai rutin membuat catatan harian. Saya sadar, saya orangnya susah berkomunikasi secara verbal, saya juga tidak pandai ngomong. 

Makanya saya menulis catatan harian untuk menuangkan perasaan, hal-hal yang saya alami dan rasakan, dan lain sebagainya. Dan tanpa terasa ketika saya lulus sekolah, saya telah berhasil menghabiskan dua atau bahkan tiga buku harian saya. Dari sini bisa dikatakan, ada kaitan antara buku-buku yang saya baca, saya dan buku harian.

Ketika saya mulai kuliah, saya mulai semakin menggilai buku. Tapi harus dicatat, sebagian besar buku saya say abaca ketika itu justru-justru buku sastra, terutama novel. Hanya sesekali saya membaca buku diktat atau buku akdemik. 

Jika kebetulan pas ada tugas kuliah atau diminta bikin makalah aja. Dan kadang sesekali membaca buku-buku berat berbahasa Inggris. Tapi untuk yang terakhir mungkin lebih saya maksudkan agar kemampuan bebahasa Inggris saya meningkat saja. Saya masih ingat ketika datang ke perpustakaan kampus, biasanya buku yang saya cari adalah novel. 

Disamping novel, seringkali setiap minggu pagi, sambil jalan-jalan bersama teman-teman saya sering suka beli Koran minggu. Kalau beli koran tulisan yang saya lihat pertama adalah bagian cerpen dan puisi, mana Koran yang rubric cerpen dan puisinya paling bagus itulah yang saya beli.

Kemudian dalam perjalanan waktu saya mulai mengenal toko-toko buku seperti Gramedia, pusat buku lowakan di belakang Sriwedari dan selanjutnya Togamas dan beberapa toko buku lain. Ketika datang ke toko-toko buku itu, buku yang saya cari pun masih novel yang menempati urutan pertama. Dan setiap datang ke toko buku saya mencari novel-novel yang paling bagus. 

Demikian pula ketika ada book fair, saya biasa menyusuri dan memilah-milah di setiap stan, novel-novel yang paling bagus lah yang saya cari. Maka ketika di semester atas menjelang skripsi saya mendapati ternyata tumpukan buku-buku koleksi yang saya punya sebagian besar adalah novel dan ketika itu saya baru sadar, ternyata selama ini saya terlalu banyak membeli buku genre tersebut, dan melalaikan untuk beli buku refrensi. Tapi saya waktu itu kemudian menghibuur diri, "tapi tak mengapa, toh, di perpus, masih banyak buku-buku refrensi".

Mungkin karena saking seringnya membaca karya sastra maka ketika itu saya pernah bercita-cita menjadi seorang sastrawan, sebuah cita-cita yang kesampaian. Haha. Coba saya ingat-ngat kembali , mungkin ini sedikit deretan novel yang pernah saya baca. 

Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman, dan beberapa judul lain karyanya. Saya pertama kali mengenal AAC dari adik saya yang ketika itu sekolah di MANPK Solo dan dia membeli buku itu langsung dari penulisnya yang merupakan guru di asramanya. 

Beberapa novel Pramoedia Ananta Toer, mulai dari Bumi Manusia, Rumah Kaca, Bukan Pasar Malam, Jejak Langkah,  dan beberapa karyanya yang lain juga saya lahap. Karya-karya Ahmad Tohari, mulai dari Ronggeng Dukuh Paruk, Bekisar Merah, Orang-Orang Proyek, Di Kaki Bukit Cibalak, dan entah berpa banyak judul lagi yang sudah saya lupa. 

Saya juga membaca beberapa karya Hamka. Novelnya yang menurut saya paling berkesan adalah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Saya mendapatkannya karena dipinjami oleh seorang dosen filsafat yang kebetulan berasal dari Sumatera Barat. 

Saya juga membaca Harimau karya Moctar Lubis, Siti Nurbaya, beberapa karya Pipit Senja dan entah berapa judul novel karya orang Indonesia lagi yang sudah saya lupa. Beberapa novel Andrea Hirata juga saya, tapi entahlah tidak satupun yang berhasil saya selesaikan, kecuali Laskar Pelangi, itu pun dengan sedikit memaksakan diri. Selain itu saya juga membaca Max Havelar.

Sedangkan penulis luar, saya menggemari karya-karya Leo Tolstoy, The Alchemist karya Paulo Choelo, beberapa novel Torey Heyden, The Ring karya Koji Suzuki, karya-karya Nawal el-Sadawi seperti Perempuan di Titik Nol dan beberapa karya lain dari el-Sadawi, karya-karya penulis Mesir lainnya seperti Naguib Mahfoudz, dan entahlah sudah banyak yang saya lupa. 

Saya ketika itu sangat suka membaca novel-novel Nawal el-Sadawi. Jika diringkas waktu itu penulis novel yang saya gemari adalah, Pramoedia, Ahmad Tohari, Hamka, Nawal el-Sadawi, dan beberapa penulis lain.

Selain membaca novel dan sastra, minat saya kemudian bertambah ke buku-buku psikologi, terutama psikologi klinis. Selain itu juga buku-buku pengembangan diri, seperti cara berpkikir positif, hypno therapy, law of attractions dan lain sebagainya. 

Baru kemudian saya mulai membaca buku-buku tentang sejarah, antropologi, sosiologi, tafsir, filologi, tentang kajian gender, buku-buku metodologi penelitian serta buku-buku hasil riset di bidang sosial humaniora, terutama tentang Islam di Indonesia. 

Saya masih ingat minat untuk membaca buku-buku akademik mulai muncul ketika saya harus menulis skripsi dan sebelumnya saya ikut dilibatkan di lapangan dalam sebuah proyek penelitian (survey) manuskrip di Rembang. Tapi itu sepertinya tidak telat. Toh, ketika saya menulis skripsi, tanpa disangka-sangka skripsi saya kemudian mendapatkan penghargaan sebagai skripsi terbaik di kampus saya waktu itu.

Dan kini ketika kemudian saya menjadi dosen --sebuah profesi yang bahkan mungkin tidak pernah saya bayangkan--, saya baru menyadari bahwa ternyata minat membaca dan dunia tulis menulis saya, terbentuk dan dimulai dari kecintaan membaca karya-karya sastra. Dosen yang baik adalah peneliti yang baik. Sedangkan peneliti yang baik, pastilah dia harus penulis yang baik juga. 

Dan itu yang coba terus saya pelajari ingin dituju. Belakangan hampir setiap tahun saya melakukan penelitian, melakukan publikasi ilmiah di jurnal-jurnal terakreditasi nasional, dan juga mulai di jurnal internasional. Saya juga menulis beberapa buku. 

Di samping itu saya juga menjadi editor dan reviewer di beberapa jurnal. Dan sesekali menulis catatan di Kompasiana. Saya mungkin tak akan pernah bisa menulis jika dulu tidak gemar membaca sastra dan menulis catatan harian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun